MODEL SERAGAM SMAN 2 SRAGEN
SMA Negeri 2 Sragen | Pengumuman




Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, hal ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapatkan agar dapat selalu mengembangkan dan meningkatkan potensi diri yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Di era globalisasi saat ini pendidikan menjadi tuhan utama, karena hanya melalui pendidikan kita mampu menjawab kehidupan yang semakin kompleks di segala bidang.
Tujuan pendidikan nasional sesuai dengan UU RI tentang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 yang menyatakan,
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”
Generasi penerus bangsa Indonesia diharapkan mampu mengembangkan berbagai potensi serta keterampilan agar dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di era globalisasi.
Tujuan pendidikan di atas mengandung pengertian bahwa setiap manusia Indonesia diharapkan mampu meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Tuhan YME, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan serta bertanggung jawab kepada masyarakat dan bangsa, yang berarti pendidikan harus terdiri atas tiga aspek tujuan pendidikan yaitu kognitif, psikomotor dan afektif. Kita telah mengetahui ada dua lembaga pendidikan yang dapat dicapai oleh seorang anak didik untuk tercapainya pembentukan dan pengembangan potensi pada diri anak yaitu pendidikan formal dam informal.
Pendidikan formal atau dapat disebut juga dengan bentuk program yang jelas dan resmi, seperti lembaga sekolah bertugas mengembangkan pribadi anak secara menyeluruh. Pendidikan formal diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan potensi peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut peserta didik harus menempuh pendidikan jasmani yang diselangarakan disekolah salah satunya di sekolah dasar. Pendidikan informal atau bisa disebut juga dengan bentuk program yang tidak jelas dan resmi, misalnya jika kita perhatikan pendidikan dalam keluarga, maka tidak kita jumpai adanya kurikulum yang tertulis dan jam mata pelajaran secara resmi dalam bentuk tertentu dan jelas
Menurut Jewet yang dikutip oleh Diah (2007 :5) Kurikulum diartikan sebagai keseluruhan pengalaman peserta didik yang ditemui di lingkungan persekolahan, dari mulai yang berlangsung formal di dalam kelas, hingga kegiatan ekstra di lapangan olahraga. Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan peserta didik, keadaan dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
Ruang lingkup pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan meliputi aspek-aspek berikut: 1) Permainan dan olahraga, 2) Aktivitas pengembangan, 3) Aktivitas senam, 4) Aktivitas ritmik, 5) Aktivitas air, 6) Pendidikan luar kelas, 7) Kesehatan. Melalui ke-tujuh aktivitas tersebut penjas tidak mungkin dapat berfungsi seperti yang diharapkan, mengingat keterbatasan berbagai hal, sehingga tidak tercukupi volume latihan, frekuensi dan intensitas minimalnya untuk mencapai taraf yang digariskan. Akan tetapi penjas harus dilaksanakan sebagai upaya untuk menumbuhkembangkan kebiasaan hidup sehat melalui aktivitas-aktivitas yang menarik perhatian dan minat peserta didik, sehingga aktivitas jasmani dijadikan sebagai budaya dan kebutuhan (Depdiknas, 2006: 6).
Pendidikan jasmani merupakan satu aspek dari proses pendidikan keseluruhan yang berkenaan dengan perkembangan fisik dan menggunakan kemampuan gerak individu secara sukarela dan berguna serta berhubungan langsung dengan resporis mental, emosional dan social (Arma, A. Munadji 1994:25). Pendidikan jasmani juga merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, sehingga pendidikan jasmani memiliki arti yang cukup representatif dalam mengembangkan manusia dalam persiapannya menuju manusia Indonesia seutuhnya (Depdiknas 2003:5).
Pendidikan jasmani adalah bagian dari pendidikan dan merupakan bagian dari central olahraga yang meliputi olahraga masyarakat, olahraga prestasi dan olahraga pendidikan. Olahraga masyarakat merupakan olahraga yang dilakukan masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan jasmani dan rohani dalam hal ini diwadahi oleh FOMI (Forum Olahraga Masyarakat Indonesia). Olahraga prestasi dalam hal ini membangun manusia seutuhnya yang berkualitas dan berdaya juang dengan mengoptimalkan seluruh potensi, sehingga menumbuhkembangkan prestasi olahraga baik melalui lembaga pendidikan, atau pada setiap jalur pendidikan dapat dibentuk unit kegiatan olahraga, kelas olahraga, pusat pembinaan dan pelatihan, sekolah olahraga, serta diselenggarakannya kompetisi olahraga yang berjenjang dan berkelanjutan. Sedangkan olahraga pendidikan merupakan olahraga yang dilaksanakan dan diarahkan sebagai satu kesatuan yang sistemis dan berkesinambungan dengan sistem pendidikan nasional.
Namun dalam pelaksanaannya proses pembelajaran yang ada di SMA Negeri 2 Sragen memiliki beberapa hambatan dalam mewujudkan. Sugihartono (2013: 76) hambatan yang mempengaruhi proses belajar peserta didik terdiri dari faktor internal dan eksternal.
“Faktor internal meliputi faktor jasmaniah dan psikologis. Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh, sedangkan faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam belajar meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Faktor keluarga dapat meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah yang dapat mempengaruhi belajar meliputi metode pembelajaran, kurikulum, relasi guru dengan peserta didik, relasi antar peserta didik, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Faktor masyarakat dapat berupa kegiatan peserta didik dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan dalam masyarakat, dan media massa.”
Berdasarkan hasil dari observasi yang dilakukan, rasa malas peserta didik untuk membelajar sumber belajar dinilai menjadi penyebab kurang maksimalnya hasil belajar peserta didik, hal ini ditunjukkan dengan sebanyak 52.5% peserta didik memperoleh nilai kuis masih berada dibawah KKM yaitu sebesar 75. Peserta didik cenderung tidak serius saat diminta membelajar sumber belajar kemudian dirangkum. Namun saat guru menyampaikan bahwa hasil rangkuman nantinya akan dinilai, barulah peserta didik serius membelajar sumber belajar. Setelah diberikan penugasan merangkum, apabila ditinjau dari penguasaan materi peserta didik hanya sebatas membelajar saja dan tidak memahami materi yang dibelajar dari sumber belajar sehingga peserta didik kurang menguasai materi yang telah dibelajar.
Pembelajaran berbasis daring (online) dibutuhkan sebagai sarana atau alat untuk pendukung proses pembelajaran saat ini. Salah satu media teknologi yang sering digunakan saat ini adalah aplikasi pada telepon genggam/ponsel. Hasil penelitian Gheytasi et al., (2015) menunjukan bahwa peserta didik yang banyak berinteraksi dengan aplikasi di telepon genggam lebih mudah memahami isi teks belajaran. Banyak berbagai macam media pembelajaran yang ada namun belum digunakan guru secara maksimal. Salah satunya adalah penggunaan media aplikasi microsooft teams dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran untuk membantu meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Microsoft Teams menyediakan pengalaman percakapan modern untuk tim masa kini. Microsoft Teams mendukung tidak hanya obrolan berkesinambungan, tetapi juga berutas agar setiap orang tetap terlibat. Secara default, percakapan tim dapat dilihat oleh seluruh anggota tim, namun diskusi pribadi tentu saja dapat dilakukan. Zoom sangat terintegrasi, sehingga tim dapat berpartisipasi dalam konferensi video dan suara. Selain itu, semua orang dapat menunjukkan kepribadian di ruang kerja digital dengan emoji, stiker, GIF, dan meme kustom. Microsoft Teams menyatukan seluruh kualitas dan penawaran dari Office 365 guna menyediakan hubungan sebenarnya untuk kerja tim. Word, Excel, PowerPoint, SharePoint, OneNote, Planner, Power BI, dan Delve dapat ditemukan di Microsoft Teams, sehingga semua orang dapat langsung mengakses seluruh informasi dan alat yang diperlukan.
Didukung oleh Microsoft Graph, layanan cerdas dapat ditemukan di seluruh ruang kerja untuk membantu dalam hal-hal yang terkait dengan relevansi informasi, penemuan, dan berbagi. Microsoft Teams juga ada di Grup Office 365, yang merupakan layanan keanggotaan lintas aplikasi kami yang mempermudah orang-orang untuk beralih dari satu alat kerja sama ke alat kerja sama lain dengan normal, mempertahankan konteks, dan berbagi dengan orang lain.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan mengajar di kelas, maka didapatkan peserta didik di kelas yang diajar tidak mendapat pemahaman dan pengajaran yang cukup, semua itu dikarenakan kurangnya sumber belajar dan kurangnya suatu platform yang menyediakan berbagai sumber belajar dan media pembelajaran yang interaktif. Hal ini dapat menyebabkan peserta didik kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, berdasarkan pengamatan dan observasi langsung, sehingga didapati peserta didik di kelas kebanyakan memiliki handphone android. Hal ini dapat memberikan kesempatan dan luang kepada guru untuk menciptakan dan menerapkan sebuah pembelajaran yang asinkron dengan membuat media dan mengumpulkan berbagai sumber informasi di sebuah platform e-learning untuk diberikan kepada peserta didik untuk lebih mudah mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Pada proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru, sebagian besar peserta didik menilai bahwa proses pembelajaran yang disampaikan membosankan dan tidak menarik. Peserta didik pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung cenderung lebih memilih untuk tidak memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru maupun melakukan kegiatan lain yang pada dasarnya tidak memiliki keterkaitan dengan proses pembelajaran yang sedang dilaksanankan di dalam kelas.
Selain itu seorang guru juga dituntut untuk mampu menciptakan iklim belajar yang menyenangkan sehingga dapat memicu minat belajar dari peserta didik. Minat belajar dari peserta didik memiliki peran yang penting bagi peserta didik dimana peserta didik sebagai objek kegiatan belajar mengajar agar mampu menyerap ilmu yang ditransferkan oleh guru dengan mudah. Namun kenyataannya, mayoritas peserta didik cenderung tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Hal ini ditandai dengan peserta didik diam saat diajak berinteraksi, peserta didik tidak memiliki inisiatif sendiri untuk mencatat pelajaran yang disampaikan, peserta didik kurang berani menyatakan pendapat, terbukti ketika diberi pertanyaan peserta didik cenderung diam dan tidak memberikan respon. Sehingga aktivitas peserta didik pada saat proses pembelajaran perlu diperhatikan oleh guru, agar proses belajar mengajar yang ditempuh mendapatkan hasil yang maksimal. Namun tentunya guru juga memiliki batasan, dimana guru tidak dapat memperhatikan peserta didiknya satu persatu. Maka dari itu guru perlu mencari solusi untuk meningkatkan minat peserta didik agar proses pembelajaran tidak bersifat satu arah saja.
Karena minat belajar dari peserta didik rendah maka berdampak pada terpusatnya proses pembelajaran pada guru. Guru memiliki peran yang lebih besar dibandingkan dengan peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal ini berakibat pada ilmu atau informasi yang didapat oleh peserta didik hanya bersumber dari guru saja sehingga peserta didik tidak memperoleh ilmu yang lebih luas atau beragam. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip Kurikulum Nasional, dimana peserta didik dituntut untuk aktif, sedangkan guru hanya bersifat sebagai fasilitator saja. Guru harus menyediakan sumber dan media belajar yang sesuai dan beragam dalam setiap kegiatan pembelajaran, dan tidak menjadikan dirinya sebagai satu- satunya sumber belajar bagi para peserta didik. Apabila prinsip Kurikulum Nasional dapat dilaksanakan tentunya akan diikuti dengan kemandirian belajar peserta didik yang ikut menjadi baik.
Namun faktanya, kemandirian belajar peserta didik saat proses pembelajaran masih relatif rendah. Masih terdapat peserta didik yang kurang kesadarannya dalam mempersiapkan diri sebelum proses belajar mengajar dimulai. Hal ini dilihat ketika guru memulai kegiatan belajar mengajar, hanya sebagian peserta didik yang menyiapkan diri sebelum proses belajar dimulai. Peserta didik saat diberikan tugas tidak langsung mengerjakan namun masih bergantung pada temannya, misalnya apabila diberi latihan soal masih melihat dari jawaban temannya. Kurangnya rasa tanggung jawab peserta didik dalam pengumpulan tugas, dilihat pada saat mengumpulkan tugas peserta didik tidak langsung mengumpulkan tugas tersebut sebelum guru memerintah. Dari hal ini berarti kemandirian belajar yang rendah kemungkinan memberikan dampak pada keberhasilan belajar atau prestasi belajar.
Berbagai hambatan di atas diduga menjadi beberapa faktor pemicu disebabkannya hasil belajar peserta didik saat dilaksanakan kuis, tugas ataupun ulangan harian cenderung rendah dan tidak sesuai dengan yang diharapkan yaitu nilai berada di atas nilai KKM yang ditentukan oleh sekolah. Tentunya guru mengharapkan persentase dari jumlah peserta didik yang nilainya masih di bawah KKM agar dapat berkurang, sehingga diambil langkah dengan mengganti model pembelajaran yang dinilai lebih sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri 2 Sragen menunjukkan prestasi belajar peserta didik relatif masih rendah yang diduga karena minat belajar peserta didik yang masih rendah. Oleh karena itu perlu dicari cara atau strategi untuk dapat meningkatkan minat belajar peserta didik. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk dapat meningkatkan minat belajar peserta didik dengan memanfaatkan model pembelajaran Discovery Learning. Karena model pembelajaran Discovery Learning memiliki karakteristik yang sesuai untuk memecahkan permasalahan yang terjadi agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif, selain itu model pembelajaran Discovery Learning sesuai dengan kurikulum yang diterapkan di SMA Negeri 2 Sragen.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah yang muncul adalah sebagai berikut:
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti membatasi pada salah satu permasalahan, yaitu tentang “Implementasi Model Pembelajaran Discovery Learning Guna Meningkatkan Minat Belajar Pada Pelajaran Penjasorkes Siswa Kelas XI MIPA 6 di SMA Negeri 2 Sragen”.
Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah untuk meningkatkan minat pembelajaran daring PJOK dengan metode pembelajaran discovery learning pada peserta didik kelas XI MIPA 6 di SMA Negeri 2 Sragen Kabupaten Sragen.
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan teori pembelajaran daring pada umumnya dan penggunaan metode discovery learning daring PJOK pada khususnya.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, khususnya bagi guru, peserta didik, sekolah dan peneliti. Bagi guru, dapat mengembangkan metode pembelajaran yang paling tepat dan masukan dalam pembelajaran olahraga di SMA Negeri 2 Sragen. Bagi peserta didik, diharapkan mampu aktif dalam setiap pembelajaran dengan baik, khususnya peserta didik kelas XI MIPA 6 SMA Negeri 2 Sragen. Bagi sekolah, penelitian ini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dan meningkatkan prestasi peserta didik dalam hal minat pembelajaran. Bagi peneliti, mendapatkan pengalaman dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas dan mengetahui kekurangan dan kelemahan diri pada saat mengajar yang dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki diri.
Jeanne Ellis Ormrod (2008: 101) mengartikan “Minat ( Interest ) persepsi bahwa suatu aktivitas menimbulkan rasa ingin tahu dan menarik; biasanya disertai oleh keterlibatan kognitif dan efek yang positif”. Selanjutnya Mc Daniel, dkk dalam Jeanne Ellis Ormrod (2008: 101) menjelaskan bahwa “siswa yang tertarik pada sebuah topik tertentu mencurahkan perhatian yang lebih banyak pada topik itu dan menjadi lebih terlibat secara kognitif di dalamnya”.
Slameto (2003: 180) mendefinisikan “minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”.Beliau juga menjelaskan bahwa siswa yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.Selanjutkan beliau mengidentifikasi timbulnya minat seseorang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu rasa tertarik atau rasa senang, perhatian dan kebutuhan. Sedangkan Pitadjeng memberikan pengertiannya sendiri tentang minat.Pitadjeng (2006: 16) menyatakan bahwa minat adalah perhatian yang mengandung unsur – unsur perasaan.
Elizabeth Hurlock juga memberikan definisinya tentang minat. Elizabeth Hurlock (1978: 114) menyatakan bahwa “minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih”. Berbeda dengan rasa senang yang menurut Hurlock hanya merupakan minat yang sementara, minat merupakan suatu ketetapan (persistence).
Selanjutnya Elizabeth Hurlock juga menjelaskan bahwa setiap minat memuaskan suatu kebutuhan dalam hidup siswa, walaupun kebutuhan ini mungkin tidak segera tampak bagi orang dewasa.Semakin kuat kebutuhan ini, semakin kuat dan bertahan pada minat tersebut. Selanjutnya, semakin sering minat diekspresikan dalam kegiatan, semakin kuatlah ia. Sebaliknya minat akan padam bila tidak disalurkan. Minat juga memiliki peranan yang penting terutama pada masa kanak – kanak, minat menjadi sumber motivasi yang kuat untuk belajar.
Minat timbul karena adanya rasa senang atau tertarik, perhatian dan kebutuhan. Siswa akan berminat terhadap pembelajaran jika dirasa pembelajaran tersebut membuat dirinya tertarik dan senang juga dapat mengalihkan perhatiannya dan menjadi kebutuhan yang penting baginya.
Dari berbagai pendapat tentang minat dapat diambil kesimpulan tentang pengertian minat.Minat merupakan suatu ketertarikan terhadap suatu kegiatan atau benda.Minat ini selanjutnya dapat menimbulkan motivasi untuk mempelajari lebih jauh dan menaruh perhatian terhadap sesuatu yang diminatinya tersebut untuk mendapatkan kepuasan.
Jeanne Ellis Ormrod (2008: 101) mengatakan bahwa Para ahli psikologi membedakan dua jenis minat, yaitu:
Dipicu oleh sesuatu dilingkungan sekitar. Minat yang dipicu secara temporer oleh sesuatu dilingkungan sekitar
Minat ini terletak di dalam diri.Siswa cenderung memiliki preferansi pribadi tentang topik – topik yang mereka kejar dan aktivitas yang mereka ikuti.Minat semacam ini relatif stabil sepanjang waktu dan menghasilkan pola yang konsisten dalam pilihan yang dibuat siswa.Seringkali minat pribadi dan pengetahuan saling menguatkan. Minat dalam sebuah topik tertentu memicu semangat untuk mempelajari lebih dalam tentang topik tersebut, dan pengetahuan yang bertambah sebagai akibat dari proses pembelajaran itu pada gilirannya meningkatkan minat yang lebih besar.
Menurut Eccles dalam Jeane Ellis Ormord (2008: 103) di kelas-kelas awal, minat sebagian besar bersifat situasional, anak akan tertarik terhadap stimulasi dan peristiwa yang membangkitkan perhatian. Meski demikian, di SD tingkat menengah hingga atas, anak-anak memperoleh minat yang spesifik yang bertahan seiring waktu.Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk manarik minat siswa di kelas rendah terhadap mata pelajaran tertentu guru dapat memodifikasi situasi pembelajaran agar lebih menarik bagi siswa.Salah satu pembelajaran yang dapat menarik bagi siswa adalah dengan menerapkan permainan dalam menyampaikan pembelajaran. Seperti kita tahu bahwa permainan selalu menarik minat siswa. Melalui permainan ini siswa akan akan marasa tertarik dan mau mempelajari materi pembelajaran secara lebih dalam.
Selanjutnya Hidi dalam Jeanne Ellis Ormord (2008: 103-104) mengatakan bahwa umumnya, siswa menaruh minat pada aktivitas-aktivitas yang dapat mereka lakukan dengan baik dan yang sesuai secara stereotip dengan jender dan kelompok sosio ekonomi mereka
Sedang P. A. Alexander dalam Jeanne Ellis Ormord (2008:104) menyatakan Pada akhirnya minat pribadi lebih bermanfaat dibandingkan minat situasional, karena minat ini memungkinkan keterlibatan, proses-proses kognitif yang efektif, dan perbaikan dalam jangka panjang. Namun minat situasional juga penting, karena menarik perhatian siswa dan sering menjadi bibit yang dapat menumbuhkan minat pribadi (Hidi dalam Jeanne Ellis Ormord, 2008: 104)
Dewa ketut sukardi (1993:117) mengemukakan bahwa ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan minat seperti berikut:
Seseorang dapat mengungkapkan minat atau pilihannya dengan kata-kata tertentu. Misal: seseorang mungkin mengatakan bahwa dirinya tertarik dalam mengumpulkan mata uang logam, perangko, dan lain-lain
Seseorang dapat mengungkapkan minat bukan melalui kata-kata melainkan dengan tindakan atau perbuatan, yaitu ikut serta dan berperan aktif dalam suatu kegiatan, missal: kegiatan olahraga, pramuka dan lain sebagainya yang menarik perhatiannya.
seseorang menilai minatnya agar dapat diukur dengan menjawab terhadap sejumlah pertanyaan tertentu atau urutan pilihannya untuk aktivitas tertentu. Minat yang di ekspresikan dan minat yang diwujudkan keduanya merupakan petunjuk yang bermakna dari minat siswa.
Dari kedua pendapat menurut para ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa minat dibedakan menjadi dua jenis yaitu minat situasional dan minat minat pribadi. Minat situasional merupakan minat yang muncul ketika keadaan di sekitar individu mendukung adanya minat tersebut. Sedang minat pribadi merupakan minat yang ada dalam diri individu tersebut tanpa dipengaruhi situasi atau rangsangan dari luar individu tersebut
Abdul Hadis (2006: 45) mengemukakkan bahwa minat belajar peserta didik, juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya:
Elizabeth Hurlock (1978: 139) menyatakan bahwa Anak yang optimis akan keberhasilan akademik akan mempunyai minat belajar yang besar dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki optimis terhadap keberhasilan akademik. Hal ini mengindikasikan minat pada anak-anak yang sudah memasuki sekolah dasar dipengaruhi oleh keberhasilan akademik. Besarnya pengaruh keberhasilan akademik akan meningkatkan rasa senang terhadap pembelajaran di sekolah. Sebaliknya, kegagalan akademik akan mengurangi harga diri semua anak dan menimbulkan rasa tidak senang terhadap pembelajaran.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa minat anak terhadap pembelajaran dapat dipengaruhi oleh banyak hal salah satunya adalah penggunaan metode dan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak.Dalam penelitian ini digunakan permainan sebagai metode yang dianggap cocok dengan karakteristik siswa yang cenderung suka terhadap kegiatan bermaindan media tangram sebagai perantara dalam menyampaikan materi pengenalan bangun datar.
Jeanne Ellis Ormrord (2008:104) menuliskan beberapa strategi yang sering membangkitkan minat terhadap topik-topik di kelas, yaitu:
Sumardi Suryabarata (1993:180) menyatakan beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada.
Disamping memanfaatkan minat yang telah ada, Tanner &Tanner dalam Sumardi Suryabarata(1993:181) menyarankan agar para pengajar juga berusaha membentuk minat-minat baru pada diri siswa. Ini dapat dicapai dengan jalan:
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2010: 24) menyatakan untuk membangkitkan minat belajar siswa banyak cara yang bisa digunakan, yaitu:
Dari berbagai pendapat dari para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan minat belajar siswa daapat ditempuh dengan cara-cara sebagai berikut:
Istilah belajar bukan sesuatu yang asing bagi kita, karena belajar merupakan tahapan atau proses yang harus dijalani seseorang untuk meraih cita citanya. Belajar ada dan dilaksanakan sepanjang hayat hidup seseorang. Dalam kehidupan seharihari manusia banyak melakukan kegiatan yang sebenarnya merupakan suatu kegiatan belajar, dan dengan belajar inilah seseorang menjadi lebih baik. Slameto (2010:2) mengemukakan bahwa belajar ialah suatu proses suatu yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Perubahan tingkah laku tersebut timbul akibat dari proses kematangan fisik, dalam kondisi sadar dan disengaja. Apabila seseorang dalam keadaan mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dikatakan sebagai proses belajar.
Dalam proses belajar ditemukan adanya 3 hal, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dimyati dan Mudjiono (2009: 42) yaitu :
Respon terjadi karena stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi,perilaku respons si pebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman
Berdasarkan beberapa definisi belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang sebagai akibat latihan dan pengalaman yangdilaksanakan secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan serta tingkah laku yang lebih baik.
Dalam belajar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Slameto (1987: 54-72) menyebutkan “Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar memiliki beragam jenis, namun dapat dikelompokkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.”
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri individu yang sedang belajar. Faktor internal sendiri dibagi menjadi tiga faktor yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan.
Faktor jasmaniah erat kaitannya dengan kesehatan, karena kesehatan dapat mempengaruhi proses belajar dari seseorang. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu. Seseorang akan menjadi cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah ataupun ada gangguan-gangguan/kela- inan-kelainan fungsi alat inderanya serta tubuh. Selain itu, cacat tubuh juga menjadi pengaruh pada belajar. Cacat tubuh merupakan sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurnanya tubuh/badan. Siswa yang mengalami kecacatan tubuh, maka belajarnya akan terganggu. Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatan itu.
Faktor psikologis merupakan faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar. Yang tergolong dalam faktor psikologis diantaranya intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan.
Faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehinggat minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.
Faktor eksternal adalah faktor yang ada dari luar diri individu. Faktor eksternal dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga erat kaitannya dengan cara orang tua mendidik, karena keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Hal ini ditunjang dengan relasi antar anggota keluarga yang juga memiliki peran terutama hubungan antara orang tua dan anaknya. Selain itu suasana rumah yang tidak gaduh akan memberikan memberikan ketenangan pada anak saat sedang belajar. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misal makan, pakaian, perlindungan kesehatan, dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis-menulis, buku- buku, dan kebutuhan yang lain. Fasilitas belajar hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang sehingga keadaan ekonomi keluarga juga menjadi salah satu yang mempengaruhi belajar anak. Setelah fasilitas terpenuhi, anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar sebaiknya tidak diganggu dengan dengan tugas- tugas dirumah. Yang tidak kalah pentingnya yaitu latar belakang kebudayaan, tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar.
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode belajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Apabila dikelola dengan tepat maka dapat menunjang proses belajar di sekolah.
Selain kedua faktor di atas, masyarakat juga menjadi salah satu faktor yang memberikan pengaruh pada belajar peserta didik. Apabila peserta didik terlalu banyak mengikuti kegiatan dalam masyarakat tentunya dapat menggangu, terlebih jika peserta didik tidak dapat bijaksana dalam mengatur waktu belajarnya. Maka perlu untuk mengusahakan lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap peserta didik sehingga dapat belajar dengan sebaik- baiknya.
Berdasarkan uraian faktor-faktor yang mempengaruhi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri individu (intern) dan faktor dari luar individu (ekstern). Secara lebih mendetail disebutkan bahwa faktor intern dikelompokkan menjadi (1) faktor jasmaniah meliputi kesehatan dan cacat tubuh dari individu; (2) faktor pskologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan individu; dan (3) faktor kelelahan. Faktor eksternal terdiri dari (1) faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan dari individu; (2) faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode mengajar, dan tugas rumah, dan (3) faktor masyarakat meliputi kegiatan siswa dalam bermasyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan lingkungan masyarakat.
Pembelajaran Discovery learning merupakan strategi pembelajaran berbasis inkuiri dan termasuk berbasis konstruktivis. Pembelajaran penemuan dapat terjadi setiap kali peserta didik tidak diberikan jawaban yang tepat melainkan difasilitasi materi untuk menemukan jawaban sendiri. Pembelajaran penemuan terjadi dalam situasi penyelesaian masalah dan peserta didik memanfaatkan pengalamannya sendiri dan pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki. Dengan pembelajaran penemuan, peserta didik ditekankan untuk belajar mandiri, memanipulasi objek, melakukan eksperimen atau penyelidikan dengan peserta didik lain sebelum membuat generalisasi. Pembelajaran penemuan memberikan kesempatan secara luas kepada peserta didik dalam mencari, menemukan, dan merumuskan konsep-konsep dari materi pembelajaran (Wikipedia 2020) https://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_penemuan
Sedangkan menurut https://sulipan.wordpress.com/2011/05/16/metode-pembelajaran-penemuan-discovery-learning/ (2011) Pembelajaran Discovery learning merupakan metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atauasil pendidikan jangka panjang.
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.
Model pembelajaran penyingkapan/penemuan (Discovery/Inquiry Learning) adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Proses Discovery terjadi bila individu terlibat terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferensi. Proses di atas disebut cognitive process.
Langkah kerja (sintak) model Discovery Learning dalam pembelajaran penyingkapan/penemuan adalah sebagai berikut:
Berdasarkan sintak tersebut, langkah-langkah pembelajaran discovery learning yang bisa dirancang oleh guru adalah sebagai berikut:
LANGKAH KERJA | AKTIVITAS GURU | AKTIVITAS PESERTA DIDIK |
Pemberian rangsangan (Stimulation) | Guru memulai kegiatanpembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membelajar buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. | · Peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang enimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.
· Stimulasi pada fase ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan. |
Pernyataan/
Identifikasi masalah (Problem Statement) |
Guru memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah). |
Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. |
Pengumpu-lan data
(Data Collection) |
Ketika eksplorasi berlangsung
guru juga memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. |
Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis. Dengan demikian peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membelajar literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. |
Pengolahan
data (Data Processing) |
Guru melakukan bimbingan
pada saat peserta didik melakukan pengolahan data. |
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi baik melalui
wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informasi hasil belajaran, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. |
Pembuktian(Verification) |
Verifikasi bertujuan agar
proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. |
Peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi
dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data. |
Menarik simpulan/
generalisasi (Generalization) |
Proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. |
Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. |
Penelitian mengenai proses pembelajaran baik secara teori maupun praktek di lapangan telah banyak dilakukan salah satunya penelitian tentang Beberapa penelitian mengenai pengimplementasian model pembelajaran discovery learning telah dilakukan dengan hasil yang bervariatif, yakni penelitian yang dilakukan oleh :
Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dalam wujud peubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan. Belajar pada dasarnya lebih pada proses mengalami, tidak hanya terpaku pada proses mengingat. Sehingga belajar dapat dikatakan berhasil pada saat terjadi perubahan antara sebelum individu belajar dengan sesudah dilaksanakannya pembelajaran.
Namun dalam proses pembelajaran, tidak semua peserta didik mengalami perubahan atau dapat mencapai tujuan dari pembelajaran yang diinginkan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peserta didik yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) dalam suatu bidang mata pelajaran. Kendala ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, selain faktor internal dan eksternal pada diri peserta didik, pendekatan belajar yang meliputi strategi dan model pembelajaran yang digunakan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dianggap menjadi salah satu faktor penyebab tidak tercapainya perubahan atau tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Model pembelajaran merupakan suatu rancangan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam menciptakan suatu situasi pembelajaran dikelas, yang nantinya dapat memberikan perubahan atau perkembangan kepada peserta didik. Apabila dalam pelaksanaan proses pembelajaran tidak dilakukan pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi maupun kebutuhan peserta didik, maka guru akan mengalami kesulitan dalam menciptakan ruang bagi peserta didik untuk berkembang, produktif, aktif, dan kreatif sesuai bakat dan minatnya.
Model pembelajaan discovery learning adalah proses pembelajaran dimana peserta didik tidak langsung dihadapkan pada hasil akhir dari pembelajaran, namun peserta didik dituntut untuk dapat menemukan sendiri hasil akhir pembelajaran melalui rangsangan berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan peserta didik.
Pada model pembelajaran discovery learning peserta tidak berperan sebagai penerima informasi, melainkan peserta didik yang menggali informasi tersebut dan mengembangkannya sesuai dengan pemahamannya masing-masing. Guru hanya sebagai fasilitator proses pembelajaran dan mengkonfirmasi atas jawaban dan pertanyaan yang disampaikan oleh peserta didik.
Manfaat yang diperoleh oleh peserta didik melalui model pembelajaran ini memungkinkan pembelajaran berpusat pada peserta didik dimana peserta didik aktif mengemukakan gagasan-nya dalam menemukan materi ajar melalui rangsangan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh guru, mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, serta peserta didik mengarahkan sendiri kegiatan belajarnya dengan melibatkan akalnya dan motivasinya sendiri sehingga minat belajar dari peserta didik diharapkan dapat meningkat.
Hipotesis penelitian ini yaitu model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan minat belajar pada siswa kelas XI MIPA 6 SMA Negeri 2 Sragen tahun ajaran 2020/2021.
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Menurut Sugiyono (2015: 487) “Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan cara ilmiah yang sistematis dan bersifat siklus digunakan untuk mengkaji situasi sosial, memahami permasalahannya, dan selanjutnya menemukan pengetahuan yang berupa tindakan untuk memperbaiki situasi sosial tersebut.” Jenis penelitian tindakan kelas dipilih karena dinilai dapat dijadikan solusi dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada saat kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam upaya meningkatkan minat belajar peserta didik dapat diawali dengan dialog yang tidak terstruktur yang selanjutnnya difokuskan kepada upaya-upaya agar peserta didik mampu dan berkeinginan memberikan kontribusi positif dalam peningkatan minat belajar dan minat belajar. Proses perbaikan dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan perencanaan dan pengimplementasian mode pembelajaran yang telah ditentukan sesuai dengan program pembelajaran yang telah disusun.
Lokasi yang menjadi tempat penelitian adalah SMA Negeri 2 Sragen yang terletak di JL. Anggrek No. 34, Tegal sari, Sragen kulon, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen. Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2020/2021.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI MIPA 6 SMA Negeri 2 Sragen semester ganjil tahun ajaran 2020/2021 yang berjumlah sebanyak 32 siswa. Kelas XI MIPA 6 dipilih karena kelas tersebut dinilai memiliki rata-rata minat belajar yang paling rendah dibandingkan dengan kelas yang lain yaitu XI MIPA 1, XI MIPA 2 dan XI MIPA 3.
Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hadi , 2009 : 61). Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2006:29), variabel sebagai gejala yang bervariasi atau penelitian yang bervariasi. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel merupakan segala sesuatu yang digunakan sebagai objek dalam suatu penelitian. Sehingga variabel memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang kelancaran suatu penelitian. Variabel – variabel penelitian yang dijadikan titik incar untuk menjawab permasalahan yang dihadapi yaitu :
Variabel sasaran dalam penelitian ini adalah minat belajar peserta didik.
Variable tindakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran discovery learning.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang merupakan salah satu jenis penelitian yang dilakukan guru untuk meninggkatkan kualitas pembelajaran di kelasnya. Penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), menurut Suharsimi Arikunto (2006:3) menyimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatau pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Adapaun model desain penelitian tampak pada gambar berikut ini.
Berikut pembahasan lebih rinci menganai tahapan-tahapan dari penelitian tindakan kelas:
Pada tahap perencanaan merupakan tahapan awal sebelum melakukan tindakan berdasarkan pada masalah yang telah dirumuskan. Tujuan dari disusunnya rencana guna mempersiapakan segala sesuatu yang menunjang penelitian. Hal-hal yang diperlukan dan harus dipersiapkan dalam proses penelitian ini meliputi:
Pada tahap pelaksaan tindakan, menerapkan apa yang telah direncanakan pada tahap sebelumnya, yaitu bertindak di kelas daring. Model pembelajaran discovery learning diterapkan oleh guru dengan berpedoman pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pada mata pelajaran PJOK
Pada tahap ini, tindakan harus sesuai dengan rencana, tetapi harus terkesan alamiah dan tidak direkayasa. Hal ini akan berpengaruh dalam proses refleksi dan agar hasilnya dapat disinkronkan dengan tujuan awal dari penelitian. Selain pelaksanaan tindakan pada tahap ini juga dilaksanakan pengamatan, dimana pelaksanaan tindakan membutuhkan kolaborasi antara guru dan pengamat (observer). proses pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan dibantu oleh satu orang observer yang lain untuk memperoleh data yang lebih akurat selama kegiatan belajar belajar sedang berlangsung. Pengamatan dilakukan dengan berpedoman pada lembar observasi yang telah dibuat.
Pada tahap pengamatan, pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap minat belajar peserta didik dan pelaksanaan model pembelajaran discovery learning. Pengamatan minat belajar peserta didik yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap keaktivan visual, minat lisan, serta minat menulis dari peserta didik. Adapun instrument yang umum dipakai adalah soal angket. Selain itu observer juga mengamati pelaksanaan model pembelajaran discovery learning telah sesuai dengan lembar observasi pelaksanaan model pembelajaran discovery learning.
Pada tahap refleksi dilakukan pengkajian terhadap hasil maupun data yang telah diperoleh dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Refleksi dimanfaatkan untuk memahami proses, permasalahan, serta berbagai kendala yang dialami pada siklus. Refleksi dilakukan dengan berdiskusi bersama kolaborator yaitu guru pengajar, sehingga nantinya diperoleh dasar untuk melakukan perbaikan rencana pada siklus berikutnya apabila minat belajar dari peserta didik masih belum terlihat mengalami peningkatan. Namun apabila minat belajar peserta didik telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan maka siklus dihentikan.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yang berjudul “Implementasi Model Pembelajaran Discovery Learning Guna Meningkatkan Minat belajar Pada Mata Pelajaran Siswa Kelas XI MIPA 6 Di SMA Negeri 2 Sragen” menggunakan beberapa metode, diantaranya adalah:
Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dapat disimpulkan bahwa observasi merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik saat proses pembelajaran sedang berlangsung tanpa mengganggu dan disadari oleh peserta didik. Observasi terlebih dahulu diawali dengan menetapkan indikator-indikator yang mana merupakan tingkahlaku apa yang nantinya akan diobservasi, kemudian dibuatkan pedoman agar dapat lebih memudahkan dalam proses observasi.
Jenis situasi yang dipilih pada observasi ini adalah situasi campuran (partially controlled) yang merupakan gabungan dari Situasi bebas (free situation) dan situasi yang dibuat (manipulated situation). Yersild dan Meigs dalam Purwanto (2002: 150) menjelaskan bahwa “Situasi campuran adalah gabungan dari situasi bebas dan situasi yang dibuat.” Objek yang diamati dalam keadaan bebas, tidak merasa terganggu dan tidak mengetahui bahwa objek sedang diamati meskipun pengamat menambahkan kondisi tertentu. Kemudian dilakukan pengamatan reaksi-reaksi yang timbul dengan adanya kondisi atau situasi yang sengaja dibuat. Data yang diperoleh bersifat apa adanya (sewajarnya) tentang peristiwa atau tingkah laku seseorang atau kelompok yang tidak dibuat-buat.
Hasil pengamatan dituangkan dalam lembar pengamatan keterlaksanaan RPP, aktivitas guru dalam pembelajaran dan pengamatan selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi proses pembelajar.
Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memung- kinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa yang utama dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang sudah ada, dimana partisipan/responden mengisi pertanyaan atau pernyataan kemudian setelah diisi dengan lengkap mengembalikan kepada peneliti.
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang didahului dengan menyusun kisi-kisi untuk menentukan indikator-indikator guna memperoleh data yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian. Kuesioner dilakukan dengan cara tertulis dan dapat dilakukan pada beberapa responden dalam waktu yang bersamaan.
Untuk menilai angket tersebut maka digunakan model skala penilaian dengan menggunakan skala bertingkat (rating scale) atau yang biasa disebut juga dengan skala Likert.
Instrumen penelitian alat yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif dengan tujuan memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi dan kuesioner. Dalam penelitian ini terdapat dua instrumen yang digunakan dalam upaya memperoleh data mengenai minat belajar (X), dan model pembelajaran discovery learning (Y).
Berikut kisi-kisi instrumen berdasarkan indikator setiap variabel:
Instrumen ini digunakan untuk mengukur minat belajar dari peserta didik, dimana skala yang digunakan merupakan skala likert. Menurut Djaali dan Pudji Muljono (2008: 28), “Skala likert merupakan skala yang dapat digunakan untk mengukur skala sikap, pendapat, dan presepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan.”
Selaian melakukan pengamatan pada peserta didik, observer juga melaukan pengamatan terhadap guru mengenai pelaksanaan dari model pembelajaran discovery learning. Sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan model pembelajaran discovery learning tentunya juga membutuhkan lembar observasi. Skala Guttman dipilih sebagai skala pengukuran dalam penelitian ini, karena menurut Djaali & Muljono (2008:28), “Skala Guttman adalah skala yang menginginkan tipe jawaban yang tegas, seperti jawaban benar-salah, ya-tidak, pernah-tidak pernah, positif-negatif, tinggi-rendah, baik-buruk, dan seterusnya.” Sehingga skala Guttman dianggap tepat untuk digunakan karena pelaksanaan model pembelajaran discovery learning membutuhkan jawaban yang tegas (ya atau tidak) pada setiap pernyataan yang telah dibuat. Pada skala Guttman, penskoran dilakukan dengan memberikan skor 1 pada setiap jawaban “ya” dan skor 0 pada setiap jawaban “tidak”.
Data minat belajar peserta didik juga merupakan data kuantitatif, yang menunjukkan minat belajar dari peserta didik berdasarkan atas indikator-indikator dari minat belajar. Untuk mengetahui persentase skor minat belajar dari peserta didik dapat diketahui dengan membagi jumlah skor dari setiap pernyataan dengan jumlah skor maksimal dari seluruh pernyataan, kemudian untuk memperoleh persentasenya dikalikan dengan 100%. Untuk lebih jelasnya, berikut merupakan penjelasan lebih rincinya.
Setelah persentase dari skor minat belajar peserta didik diketahui, maka dihitung skor rata-rata dari persentase minat belajar dari seluruh peserta didik dengan menjumlah seluruh persentase minat belajar dari peserta didik kemudian dibagi dengan jumlah dari seluruh peserta didik.
Setelah diketahui nilai rata-rata persentase minat belajar data rata-rata persentase skor minat belajar (Prata-rata) diperoleh, maka dapat dibandingkan hasil dari rata-rata persentase skor minat belajar antar siklus. Sehingga dapat diperoleh data perubahan minat belajar peserta didik setiap siklusnya, dan dapat diketahui apakah terdapat perubahan atau tidak tingkatan dari minat belajar peserta didik. Selain itu setelah nilai rata-rata persentase minat belajar (Prata-rata) diketahui dalam bentuk persentase sehingga perlu dilakukan konversi untuk mengetahui kriteria tingkat minat belajar peserta didik apakah berada pada kriteria tinggi sekali, tinggi, cukup, rendah atau rendah sekali.Berikut merupakan tabel pedoman konervsi menurut Suharsimi Arikunto (2016: 245) sebagai pedoman konversi nilai “P rata-rata”.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data hasil minat belajar peserta didik yang dilakukan oleh observer serta hasil lembar skala minat belajar dari peserta didik. Data diperoleh melalui observasi langsung pada penelitian untuk mengetahui sejauh mana minat belajar dari peserta didik.
Observasi dilaksanakan pada saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung dengan mengimplementasikan model pembelajaran discovery learning. Menurut Suharsimi Arikunto (2007: 271), “Tujuan dari analisis dalam penelitian tindakan kelas adalah memperoleh kepastian data apakah terjadi perbaikan maupun peningkatan seperti yang diharapkan.” Untuk analisis tingkat keberhasilan atau presentase minat belajar setiap siklusnya selama pembelajaran sedang berlangsung, dilakukan oleh observer dengan mengisi lembar observasi. Sedangkan analisis keberhasilan dari minat belajar setelah pembelajaran dalam setiap siklusnya, dilakukan dengan pemberian lembar skala minat belajar setiap akhir dari pelaksanaan siklus.
Pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dimaksudkan untuk meningkatkan minat belajar peserta didik kelas XI MIPA 6 di SMA Negeri 2 Sragen dengan mengimplementasikan model pembelajaran Discovery Learning. Indikator tercapainya keberhasilan dari penelitian ini adalah tercapainya persentase minat belajar peserta didik minimal sebesar 76%. Angka indikator keberhasilan minimal ini didasarkan kepada pedoman konversi minat belajar bahwa angka 76% tersebut mencerminkan kualitas dari minat belajar peserta didik berada pada kriteria “baik”.
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan dengan rincian siklus I dilaksanakan pada hari Selasa, 20 Oktober 2020 pada pukul 13.00 – 14.30 WIB, dengan materi pembelajaran lari jarak pendek. langkah Sikus II dilaksanakan pada hari Selasa 27 Oktober 2020 pada pukul 13.00 – 14.30 WIB, dengan materi pembelajaran bulutangkis. Sikus III dilaksanakan pada hari Kamis 14 November 2020 pada pukul 13.00 – 14.30 WIB dengan materi pembelajaran bulu tangkis.
Pelaksanaan penelitian merupakan proses pengumpulan data sesuai dengan desain atau rancangan penelitian yang telah dibuat. Pelaksanaan penelitian harus dilakukan secara cermat dan hati-hati karena berhubungan dengan data yang dikumpulkan, dan kebenaran data hasil penelitian yang akan menentukan kualitas penelitian yang dilakukan. Berikut merupakan uraian pelaksanaan penelitian pada setiap siklusnya:
Siklus I dilaksanakan pada hari Selasa, 20 Oktober 2020 pada pukul 13.00 – 14.30WIB, di rumah masing-masing karena daring dengan jumlah peserta didik yang hadir sebanyak 32 orang. Materi pembelajaran yang disampaikan pada siklus I ini adalah lari jarak pendek. Dalam melaksanakan siklus I dilakukan beberapa tahapan. Uraian dari tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
Pada tahap perencanaan dilakukan persiapan-persiapan untuk menunjang proses penelitian yang akan dilakukan, diantaranya adalah:
Pembuatan RPP memiliki tujuan untuk merencanakan dan mempersiapkan secara matang mengenai proses pembelajaran yang nantinya akan dilaksanakan dengan mengimplementasikan model pembelajaran Discovery Learning. Materi pembelajaran yang disam- paikan pada siklus ini adalah lari jarak pendek.
Materi pembelajaran berdasarkan diskusi dengan guru mata pelajaran yang disesuaikan dengan silabus dari mata pelajaran semester 1 Kurikulum 13. Materi pembelajaran yang dipilih materi tentang aktivitas gerak dari lari jarak pendek yaitu aktivitas gerak start, berlari dan memasuki garis finish.
Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang disajikan oleh guru dengan memberikan rangsangan atau pemicu pada peserta didik agar daya nalar dan daya pikir peserta didik teroptimalkan. Sehingga untuk memberikan penguatan rangsangan atau pemicu pada peserta didik diperlukan media pembelajaran menunjang proses penemuan dari peserta didik. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah Power Point, laptop, serta video youtube
Pada tahap persiapan dari pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Discovery Learning, persiapan diawali dengan guru memberikan pengantar kepada peserta didik sebelum melakukan penemuan dengan memperjelas apa yang harus dipelajari oleh peserta didik. Dengan tujuan agar peserta didik memiliki pedoman untuk melakukan proses penemuan. Persiapan dilanjutkan dengan mempersiapkan setting kelas dan media pembelajaran yang diperlukan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan Discovery Learning. Media yang dimaksud adalah Power Point, video youtube tentang model pembelajaran dari aktivitas lari jarak pendek, gerakan start, berlari, dan memasuki garis finish. Selain itu beberapa peserta didik diminta untuk membuka buku pegangan siswa yang sudah dipinjamkan pihak sekolah dengan menunjang proses penemuan mereka yaitu buku pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan serta browsing di internet.
Sebelum melakukan proses penemuan, guru kembali memeriksa pemahaman dari peserta didik terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas peserta didik. Apabila peserta didik masih belum mengerti, guru kembali memberikan penjelasan kepada peserta didik hingga peserta didik benar-benar memahami masalah dan tugas yang harus dipecahkan nantinya.
Setelah peserta didik memahami masalah dan tugas yang harus dipecahkan, maka guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan hipotesis dari penemuan yang akan dilakukan dilanjutkan dengan melakukan proses penemuan. Sembari menunggu proses penemuan berlangsung, guru dapat melakukan pengamatan terhadap jalannya proses penemuan. Apabila peserta didik mengalami kesulitan, guru dapat membantu peserta didik dengan informasi/data yang di butuhkan oleh peserta didik untuk menunjang hasil penemuan dari peserta didik.
Setelah proses penemuan dilaksanakan, guru memimpin proses analisis yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik dengan saling bertukar informasi antar peserta didik dengan cara berdiskusi. Diskusi yang dilakukan dengan beberapa peserta didik diminta maju untuk menyampaikan hasil penelitiannya dan kemudian ditanggapi oleh peserta didik yang lain. Tanggapan yang diberikan, dapat berupa pertanyaan maupun sanggahan atas hasil penemuan dari peserta didik yang melakukan presentasi.
Tujuan dari dimunculkannya tanya jawab pada sesi diskusi ini adalah untuk melengkapi data dengan cara saling bertukar informasi. Peserta didik lain dapat melengkapi hasil penemuan yang mungkin belum lengkap atau menanyakan hasil penemuannya apabila terdapat hasil penemuan yang berbeda dengan peserta didik yang telah menyampaikan hasil penemuannya.
Setelah beberapa peserta didik menyampaikan hasil dari penemuannya. Guru bersama-sama dengan seluruh peserta didik menentukan kesimpulan dari prinsip dan generalisasi hasil penemuannya. Agar hasil dari penemuan yang telah dilakukan dapat sama dan seragam.
Seharusnya kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning diakhiri dengan pemberian apresiasi oleh guru kepada peserta didik karena telah melakukan penemuan dengan baik. Tujuan dari pemberian apresiasi ini adalah untuk memberikan pujian atas usahanya agar peserta didik lebih termotivasi dan berminat untuk melakukan pembelajaran melalui penemuan kembali. Namun pada saat pelaksanaan siklus I, tahap pemberian apresiasi tidak terlaksanakan karena jam pelajaran peserta didik berakhir melebihi jam belajar dari mata pelajaran PJOK. Sehingga guru terburu-buru dalam menutup kegiatan belajar mengajar dan lupa menyampaikan apresiasi kepada peserta didik.
Selama proses pelakasanaan pembelajaran, dilakukan juga proses observasi. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan model pembelajaran Discovery Learning, serta peningkatan minat belajar dari peserta didik.
Dalam pelaksanaan observasi pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning ini terdapat dua observer. Observer melakukan kegiatan pengisian lembar observasi yang telah disediakan dengan terlebih dahulu diberikan arahan bagaimana cara mengisi lembar observasi tersebut. Berikut ini table hasil dari observasi model pembelajaran Discovery Learning pada siklus I.
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa persentase kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning belum dilaksanakan sepenuhnya
Data minat belajar dari peserta didik diperoleh dari data hasil lembar angket yang diisi oleh peserta didik. Peserta didik diminta untuk mengisi angket pada setiap akhir dari kegiatan belajar mengajar. Hasil yang diperoleh berdasarkan pengisian angket oleh peserta didik. Berikut tabel data minat belajar peserta didik pada siklus I:
No |
Nama Peserta Didik |
Jumlah Skor |
Persentase (%) |
1 | AW | 80 | 74.074 |
2 | AM | 77 | 71.296 |
3 | AN | 76 | 70.370 |
4 | AZ | 73 | 67.593 |
5 | AB | 66 | 61.111 |
6 | AK | 68 | 62.963 |
7 | AS | 63 | 58.333 |
8 | EA | 73 | 67.593 |
9 | FW | 79 | 73.148 |
10 | FN | 75 | 69.444 |
11 | GM | 57 | 52.778 |
12 | GR | 78 | 72.222 |
13 | HS | 74 | 68.519 |
14 | HA | 74 | 68.519 |
15 | KA | 71 | 65.741 |
16 | KB | 84 | 77.778 |
17 | KH | 68 | 62.963 |
18 | LP | 83 | 76.852 |
19 | MN | 72 | 66.667 |
20 | MH | 76 | 70.370 |
21 | MA | 70 | 64.815 |
22 | MH | 69 | 63.889 |
23 | MG | 69 | 63.889 |
24 | NH | 81 | 75.000 |
25 | NN | 60 | 55.556 |
26 | NA | 70 | 64.815 |
27 | RD | 76 | 70.370 |
28 | RY | 69 | 63.889 |
29 | RH | 65 | 60.185 |
30 | BD | 73 | 67.593 |
31 | SM | 65 | 60.185 |
32 | VPN | 83 | 76.852 |
Rata-rata | 67.043 |
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa persentase minat belajar dari peserta didik sebesar 67.04 %. Untuk menghitung persentase masing- masing peserta didik, sebagai contoh peserta didik 1:
Hal ini menunjukkan bahwa minat belajar dari peserta didik masih berada pada kriteria “cukup” karena masih berada dibawah indikator keberhasilan minat belajar yaitu pada kriteria baik dengan persentase sebesar 76%. Pada penentuan indikator keberhasilan berada pada batas bawah kriteria baik yaitu sebesar 76%.
Berdasarkan hasil dari lembar observasi dan lembar angket, diperoleh data pelaksanaan dari model pembelajaran Discovery Learning telah terlaksana sebesar 91.67% dan minat belajar dari peserta didik sebesar 67.04%. hal ini pada minat belajar peserta didik belum memenuhi indikator keberhasilan yaitu sebesar 76%, maka penelitian ini belum bisa dihentikan karena model pembelajaran Discovery Learning belum terlaksana secara maksimal. disebabkan karena jam pelajaran PJOK berakhir melebihi pelajaran yang seharusnya. Hal ini dikarenakan pada saat sesi diskusi, diskusi terlalu panjang sehingga melebihi waktu yang sebelumnya telah ditentukan untuk sesi diskusi.
Sedangkan penyebab dari belum memenuhinya ketercapaian indikator keberhasilan dari minat belajar peserta didik adalah:
Dari beberapa hal yang menjadi penyebab tidak maksimalnya pelaksanaan siklus I di atas, maka dilakukan refleksi dan evaluasi diperoleh solusi untuk memperbaiki kekurangan dari siklus I. Berikut solusi dari hambatan yang terjadi pada siklus I:
Berdasarkan refleksi yang telah dilakukan, diambil kesimpulan bahwa perlu adanya untuk melakukan siklus II. Siklus II perlu dilakukan karena treatment yang diberikan yaitu berupa model pembelajaran Discovery Learning belum terlaksana secara maksimal, selain itu juga disebabkan karena indikator keberhasilan dari minat belajar peserta didik masih belum tercapai.
Siklus 2 dilaksanakan pada hari Selasa, 27 Oktober 2020 pada pukul 13.00 – 14.30WIB, di rumah masing-masing karena daring dengan jumlah peserta didik yang hadir sebanyak 32 orang. Materi pembelajaran yang disampaikan pada siklus II ini adalah bulu tangkis. Dalam melaksanakan siklus II dilakukan beberapa tahapan. Uraian dari tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
Pada tahap perencanaan dilakukan persiapan-persiapan untuk menunjang proses penelitian yang akan dilakukan, diantaranya adalah:
Pembuatan RPP memiliki tujuan untuk merencanakan dan mempersiapkan secara matang mengenai proses pembelajaran yang nantinya akan dilaksanakan dengan mengimplementasikan model pembelajaran Discovery Learning. Dalam pembuatan RPP ini mengacu pada hasil yang telah diperoleh serta refleksi dari pelaksanaan siklus I yang telah dilaksanakan sebelumnya melalui materi pembelajaran yang berbeda pada siklus I adalah lari jarak pendek. Materi yang disampaikan pada siklus II ini adalah permainan bulutangkis dengan harapan pelaksanaan siklus II ini berlangsung lebih baik daripada siklus sebelumnya.
Materi pembelajaran berdasarkan diskusi dengan guru mata pelajaran yang disesuaikan dengan silabus dari mata pelajaran semester 1 Kurikulum 13. Materi pembelajaran yang dipilih materi tentang aktivitas gerak dari permainan bulutangkis yaitu aktivitas gerak langkah kaki (footwork), pukulan (lob, chop, dan smash).
Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang disajikan oleh guru dengan memberikan rangsangan atau pemicu pada peserta didik agar daya nalar dan daya pikir peserta didik teroptimalkan. Sehingga untuk memberikan penguatan rangsangan atau pemicu pada peserta didik diperlukan media pembelajaran menunjang proses penemuan dari peserta didik. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah Power Point, laptop, serta video youtube.
Pada tahap persiapan dari pelaksanaan siklus II pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning, guru memberikan pengantar kepada peserta didik dengan menyampaikan materi secara umum dan tidak spesifik. Dilanjutkan dengan memperjelas apa yang harus dipelajari serta peranan dari setiap anggota kelompok. Agar proses penemuan yang dilakukan oleh peserta didik menjadi lebih terarah. Selain itu guru memberikan anjuran kepada peserta didik untuk membelajar semua referensi yang dapat membantu proses penemuan.
Persiapan dilanjutkan dengan mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Setting pembagian kelompok yang sebelumnya telah ditentukan secara acak
Setelah persiapan yang dilakukan telah selesai, maka dilanjutkan dengan guru kembali memeriksa pemahaman dari peserta didik terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas dari peserta didik. Apabila peserta didik masih belum mengerti, guru kembali memberikan penjelasan kepada peserta didik hingga peserta didik benar-benar memahami masalah dan tugas yang harus dipecahkan nantinya.
Setelah peserta didik memahami masalah dan tugas yang harus dipecahkan, maka guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan hipotesis dari penemuan yang akan dilakukan dilanjutkan dengan melakukan proses penemuan. Sembari menunggu proses penemuan berlangsung, guru dapat melakukan pengamatan terhadap jalannya proses penemuan. Apabila peserta didik mengalami kesulitan, guru dapat membantu peserta didik dengan informasi/data yang di butuhkan oleh peserta didik untuk menunjang hasil penemuan dari peserta didik.
Setelah proses penemuan dilaksanakan, guru memimpin proses analisis yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik dengan saling bertukar informasi antar peserta didik dengan cara berdiskusi. Diskusi yang dilakukan dengan beberapa peserta didik diminta maju untuk menyampaikan hasil penelitiannya dan kemudian ditanggapi oleh peserta didik yang lain. Tanggapan yang diberikan, dapat berupa pertanyaan maupun sanggahan atas hasil penemuan dari peserta didik yang melakukan presentasi.
Tujuan dari dimunculkannya tanya jawab pada sesi diskusi ini adalah untuk melengkapi data dengan cara saling bertukar informasi. Peserta didik lain dapat melengkapi hasil penemuan yang mungkin belum lengkap atau menanyakan hasil penemuannya apabila terdapat hasil penemuan yang berbeda dengan peserta didik yang telah menyampaikan hasil penemuannya.
Setelah beberapa peserta didik menyampaikan hasil dari penemuannya. Guru bersama-sama dengan seluruh peserta didik menentukan kesimpulan dari prinsip dan generalisasi hasil penemuannya. Agar hasil dari penemuan yang telah dilakukan dapat sama dan seragam.
Kegiatan belajar mengajar dengan model pembelajaran Discovery Learning diakhiri dengan pemberian apresiasi oleh guru kepada peserta didik karena telah melakukan penemuan dengan baik. Tujuan dari pemberian apresiasi ini adalah untuk memberikan pujian atas usahanya agar peserta didik lebih termotivasi dan berminat untuk melakukan pembelajaran melalui penemuan kembali.
Selama proses pelakasanaan pembelajaran, dilakukan juga proses observasi. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan model pembelajaran Discovery Learning, serta peningkatan minat belajar dari peserta didik.
Dalam observasi pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning pada siklus II ini terdapat dua observer. Observer melakukan kegiatan pengisian lembar observasi yang telah disediakan sesuai dengan model pembelajaran Discovery Learning. Lembar observasi ini berfungsi untuk mengukur tingkat terlaksananya model pembelajaran Discovery Learning pada siklus II. Berikut ini table hasil dari observasi model pembelajaran Discovery Learning pada siklus II.
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa persentase kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning belum dilaksanakan sepenuhnya
Data minat belajar dari peserta didik diperoleh dari data hasil lembar angket yang diisi oleh peserta didik. Peserta didik diminta untuk mengisi kembar angket pada setiap akhir dari kegiatan belajar mengajar. Hasil yang diperoleh berdasarkan pengisian angket oleh peserta didik, minat belajar peserta didik pada siklus I sebesar 67.04%. Berikut tabel data minat belajar peserta didik pada siklus II:
Tabel. 7 Data Persentase Minat Belajar Peserta Didik pada Siklus II
No | Nama Peserta Didik | Jumlah Skor | Persentase (%) |
1 | AW | 84 | 77.778 |
2 | AM | 91 | 84.259 |
3 | AN | 84 | 77.778 |
4 | AZ | 93 | 86.111 |
5 | AB | 71 | 65.741 |
6 | AK | 74 | 68.519 |
7 | AS | 92 | 85.185 |
8 | EA | 75 | 69.444 |
9 | FW | 93 | 86.111 |
10 | FN | 79 | 73.148 |
11 | GM | 67 | 62.037 |
12 | GR | 80 | 74.074 |
13 | HS | 85 | 78.704 |
14 | HA | 74 | 68.519 |
15 | KA | 78 | 72.222 |
16 | KB | 85 | 78.704 |
17 | KH | 88 | 81.481 |
18 | LP | 87 | 80.556 |
19 | MN | 96 | 88.889 |
20 | MH | 75 | 69.444 |
21 | MA | 76 | 70.370 |
22 | MH | 73 | 67.593 |
23 | MG | 73 | 67.593 |
24 | NH | 85 | 78.704 |
25 | NN | 76 | 70.370 |
26 | NA | 96 | 88.889 |
27 | RD | 80 | 74.074 |
28 | RY | 82 | 75.926 |
29 | RH | 70 | 64.815 |
30 | BD | 85 | 78.704 |
31 | SM | 70 | 64.815 |
32 | VPN | 87 | 80.556 |
Rata-rata | 75.347 |
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa persentase minat belajar dari peserta didik sebesar 75.35 %. Untuk menghitung persentase masing- masing peserta didik, sebagai contoh peserta didik 1:
Hal ini menunjukkan bahwa minat belajar dari peserta didik masih berada pada kriteria “baik” karena masih berada dibawah indikator keberhasilan minat belajar yaitu pada kriteria baik dengan persentase sebesar 76%. Pada penentuan indikator keberhasilan berada pada batas bawah kriteria baik yaitu sebesar 76%.
Berdasarkan data dari pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning yang telah mencapai 100% sehingga indikator keberhasilannya telah tercapai yaitu sebesar 100%. Sedangkan pada minat belajar peserta didik diperoleh data sebesar 75.35%. Hal ini menandakan bahwa indikator keberhasilan dari minat belajar belum tercapai. maka penelitian ini belum bisa dihentikan karena model pembelajaran Discovery Learning belum terlaksana secara maksimal, dan batasan indikator keberhasilan dari minat belajar peserta didik sebesar 76% siswa memliki minat belajar terhadap mata pelajaran PJOK pada kriteria minimal baik.
Peningkatan skor minat siswa pada siklus II yang belum memenuhi kriteria keberhasilan tindakan membuat peneliti melanjutkan penelitian ini masuk ke siklus III.
Penyebab dari belum memenuhinya ketercapaian indikator keberhasilan dari minat belajar peserta didik adalah:
Dari beberapa hal yang menjadi penyebab tidak maksimalnya pelaksanaan siklus II di atas, maka dilakukan refleksi dan evaluasi sehingga diperoleh solusi untuk memperbaiki kekurangan dari siklus II. Solusi dari hambatan yang terjadi pada siklus II dapat dilakukan dengan memberikan penugasan kepada peserta didik agar di rumah mencari informasi tentang materi pembelajaran pertemuan berikutnya. Dengan harapan pada kegiatan belajar mengajar berikutnya peserta didik memiliki kesulitan untuk ditanyakan. Disisi lain peserta didik juga memiliki pengetahuan untuk menjawab pertanyaan temannya maupun beradu pendapat dengan temannya.
Berdasarkan refleksi yang telah dilakukan, diambil kesimpulan bahwa perlu adanya untuk melakukan siklus III. Siklus III perlu dilakukan karena treatment yang diberikan yaitu berupa model pembelajaran Discovery Learning telah dilaksanakan secara maksimal, dan minat belajar dari peserta didik telah masih belum terpenuhi indikator keberhasilannya.
Siklus 2 dilaksanakan pada hari Kamis, 14 November 2020 pada pukul 13.00 – 14.30 WIB, di rumah masing-masing karena daring dengan jumlah peserta didik yang hadir sebanyak 32 orang. Materi pembelajaran yang disampaikan pada siklus III ini adalah permainan bulu tangkis. Dalam melaksanakan siklus III dilakukan beberapa tahapan. Uraian dari tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
Pada tahap perencanaan dilakukan persiapan-persiapan untuk menunjang proses penelitian yang akan dilakukan, diantaranya adalah:
Pembuatan RPP memiliki tujuan untuk merencanakan dan mempersiapkan secara matang mengenai proses pembelajaran yang nantinya akan dilaksanakan dengan mengimplementasikan model pembelajaran Discovery Learning. Dalam pembuatan RPP ini mengacu pada hasil yang telah diperoleh serta refleksi dari pelaksanaan siklus II yang telah dilaksanakan sebelumnya melalui materi pembelajaran yang berbeda pada siklus II adalah permainan bulu tangkis. Materi yang disampaikan pada siklus III ini adalah permainan bulu tangkis dengan harapan pelaksanaan siklus III ini berlangsung lebih baik daripada siklus sebelumnya.
Materi pembelajaran berdasarkan diskusi dengan guru mata pelajaran yang disesuaikan dengan silabus dari mata pelajaran semester 1 Kurikulum 13. Materi pembelajaran yang dipilih materi tentang aktivitas gerak dari permainan bulu tangkis yaitu aktivitas gerak langkah kaki (footwork), pukulan (lob, chop, dan smash).
Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang disajikan oleh guru dengan memberikan rangsangan atau pemicu pada peserta didik agar daya nalar dan daya pikir peserta didik teroptimalkan. Sehingga untuk memberikan penguatan rangsangan atau pemicu pada peserta didik diperlukan media pembelajaran menunjang proses penemuan dari peserta didik. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah Power Point, laptop, serta video youtube.
Pada tahap persiapan dari pelaksanaan siklus III pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning, guru memberikan pengantar kepada peserta didik dengan menyampaikan materi secara umum dan tidak spesifik. Dilanjutkan dengan memperjelas apa yang harus dipelajari serta peranan dari setiap anggota kelompok. Agar proses penemuan yang dilakukan oleh peserta didik menjadi lebih terarah. Selain itu guru memberikan anjuran kepada peserta didik untuk membelajar semua referensi yang dapat membantu proses penemuan.
Persiapan dilanjutkan dengan mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Setting pembagian kelompok yang sebelumnya telah ditentukan secara acak
Setelah persiapan yang dilakukan telah selesai, maka dilanjutkan dengan guru kembali memeriksa pemahaman dari peserta didik terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas dari peserta didik. Apabila peserta didik masih belum mengerti, guru kembali memberikan penjelasan kepada peserta didik hingga peserta didik benar-benar memahami masalah dan tugas yang harus dipecahkan nantinya.
Setelah peserta didik memahami masalah dan tugas yang harus dipecahkan, maka guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan hipotesis dari penemuan yang akan dilakukan dilanjutkan dengan melakukan proses penemuan. Sembari menunggu proses penemuan berlangsung, guru dapat melakukan pengamatan terhadap jalannya proses penemuan. Apabila peserta didik mengalami kesulitan, guru dapat membantu peserta didik dengan informasi/data yang di butuhkan oleh peserta didik untuk menunjang hasil penemuan dari peserta didik.
Setelah proses penemuan dilaksanakan, guru memimpin proses analisis yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik dengan saling bertukar informasi antar peserta didik dengan cara berdiskusi. Diskusi yang dilakukan dengan beberapa peserta didik diminta maju untuk menyampaikan hasil penelitiannya dan kemudian ditanggapi oleh peserta didik yang lain. Tanggapan yang diberikan, dapat berupa pertanyaan maupun sanggahan atas hasil penemuan dari peserta didik yang melakukan presentasi.
Tujuan dari dimunculkannya tanya jawab pada sesi diskusi ini adalah untuk melengkapi data dengan cara saling bertukar informasi. Peserta didik lain dapat melengkapi hasil penemuan yang mungkin belum lengkap atau menanyakan hasil penemuannya apabila terdapat hasil penemuan yang berbeda dengan peserta didik yang telah menyampaikan hasil penemuannya.
Setelah beberapa peserta didik menyampaikan hasil dari penemuannya. Guru bersama-sama dengan seluruh peserta didik menentukan kesimpulan dari prinsip dan generalisasi hasil penemuannya. Agar hasil dari penemuan yang telah dilakukan dapat sama dan seragam.
Kegiatan belajar mengajar dengan model pembelajaran Discovery Learning diakhiri dengan pemberian apresiasi oleh guru kepada peserta didik karena telah melakukan penemuan dengan baik. Tujuan dari pemberian apresiasi ini adalah untuk memberikan pujian atas usahanya agar peserta didik lebih termotivasi dan berminat untuk melakukan pembelajaran melalui penemuan kembali.
Selama proses pelakasanaan pembelajaran, dilakukan juga proses observasi. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan model pembelajaran Discovery Learning, serta peningkatan minat belajar dari peserta didik.
Dalam observasi pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning pada siklus III ini terdapat dua observer. Observer melakukan kegiatan pengisian lembar observasi yang telah disediakan sesuai dengan model pembelajaran Discovery Learning. Lembar observasi ini berfungsi untuk mengukur tingkat terlaksananya model pembelajaran Discovery Learning pada siklus III. Berikut ini table hasil dari observasi model pembelajaran Discovery Learning pada siklus III.
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa persentase kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning belum dilaksanakan sepenuhnya
Data minat belajar dari peserta didik diperoleh dari data hasil lembar angket yang diisi oleh peserta didik. Peserta didik diminta untuk mengisi kembar angket pada setiap akhir dari kegiatan belajar mengajar. Hasil yang diperoleh berdasarkan pengisian angket oleh peserta didik, minat belajar peserta didik pada siklus III sebesar 77.55%. Berikut tabel data minat belajar peserta didik pada siklus III:
Tabel 9. Data Persentase Minat Belajar Peserta Didik pada Siklus III
No | Nama Peserta Didik | Jumlah Skor | Persentase (%) |
1 | AW | 88 | 81.481 |
2 | AM | 93 | 86.111 |
3 | AN | 84 | 77.778 |
4 | AZ | 96 | 88.889 |
5 | AB | 74 | 68.519 |
6 | AK | 79 | 73.148 |
7 | AS | 93 | 86.111 |
8 | EA | 76 | 70.370 |
9 | FW | 92 | 85.185 |
10 | FN | 83 | 76.852 |
11 | GM | 72 | 66.667 |
12 | GR | 83 | 76.852 |
13 | HS | 85 | 78.704 |
14 | HA | 75 | 69.444 |
15 | KA | 78 | 72.222 |
16 | KB | 86 | 79.630 |
17 | KH | 89 | 82.407 |
18 | LP | 87 | 80.556 |
19 | MN | 96 | 88.889 |
20 | MH | 76 | 70.370 |
21 | MA | 77 | 71.296 |
22 | MH | 76 | 70.370 |
23 | MG | 77 | 71.296 |
24 | NH | 87 | 80.556 |
25 | NN | 82 | 75.926 |
26 | NA | 98 | 90.741 |
27 | RD | 80 | 74.074 |
28 | RY | 85 | 78.704 |
29 | RH | 81 | 75.000 |
30 | BD | 86 | 79.630 |
31 | SM | 77 | 71.296 |
32 | VPN | 89 | 82.407 |
Rata-rata | 77.546 |
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata persentase minat belajar dari peserta didik sebesar 77.55%. Untuk menghitung persentase masing- masing peserta didik, sebagai contoh peserta didik 1:
Hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan minat belajar dari peserta didik pada siklus III dengan diterapkannya model pembelajaran Discovery Learning. Sebelumnya minat belajar dari peserta didik pada siklus II berada pada tingkat 75.35%, pada siklus III ini meningkat sebesar 77.55%. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat minat belajar dari peserta didik telah memenuhi indikator keberhasilan dari yang sebelumnya telah ditentukan, yaitu sebesar 76%.
Berdasarkan data dari pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning yang telah mencapai 100% sehingga indikator keberhasilannya telah tercapai yaitu sebesar 100%. Sedangkan pada minat belajar peserta didik diperoleh data sebesar 77.55 %.
Berdasarkan refleksi yang telah dilakukan, diambil kesimpulan bahwa penelitian dapat dihentikan karena seluruh indikator keberhasilan yaitu pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning, dan minat belajar peserta didik telah tercapai.
Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini berlangsung sebanyak tiga siklus. Proses pelaksanaan dari tiga siklus tersebut secara lebih rinci telah dibahas pada sub bab sebelumnya. Berikut hasil yang telah diperoleh selama penelitian tindakan kelas ini berlangsung selama dua siklus:
Pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning pada siklus I tercapai sebesar 91.67%, sedangkan pada siklus II pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning mampu mencapai 100%. Kemudian dilanjutkan pada siklus III pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning kembali mencapai 100%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning telah terlaksana dengan maksimal sejak siklus II.
Data minat belajar peserta didik pada siklus I menunjukkan bahwa minat belajar peserta didik sebesar 67.04%, sedangkan data minat belajar peserta didik pada siklus II sebesar 75.35%, dan pada siklus III minat belajar peserta didik sebesar 77.55%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa minat dari peserta didik meningkat sesuai dengan batasan indikator keberhasilan yang telah ditentukan yaitu sebesar 76%, dan tercapai sejak siklus I berlangsung.
Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan cara ilmiah yang sistematis dan bersifat siklus digunakan untuk mengkaji situasi sosial, memahami permasalahannya, dan selanjutnya menemukan pengetahuan yang beruapa tindakan untuk memperbaiki situasi sosial tersebut. Dalam penelitian tindakan kelas yang dilakukan, pengamatan pada pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning menjadi suatu hal yang wajib untuk dilakukan. Hal ini disebabkan model pembelajaran Discovery Learning dilakukan. Hal ini disebabkan model pembelajaran Discovery Learning merupakan treatment yang diberikan untuk mengatasi masalah yang terjadi di dalam kelas tersebut.
Proses pengamatan dari pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning pengamatan terhadap proses pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning berdasarkan kepada pedoman yang telah dibuat oleh peneliti dan telah divalidasi sebelumnya yang disebut dengan lembar observasi pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning. Lembar observasi pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning ini digunakan selama proses penelitian berlangsung yaitu sebanyak tiga siklus.
Pada siklus I, model pembelajaran Discovery Learning terlaksana sebesar 91.67%. Kemudian pada siklus berikutnya, yaitu siklus II meningkat sebanyak 8.33% sehingga menjadi 100% dan pada siklus III pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning masih tercapai sebesar 100%.
Pada siklus I, persentase terlaksananya model pembelajaran Discovery Learning mencapai 91.67%. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran yang diterapkan belum terlaksana secara maksimal. Langkah model pembelajaran Discovery Learning yang belum terlaksana yaitu pemberian apresiasi kepada peserta didik atas proses penemuannya.
Penyebab dari tidak terlaksananya model pembelajaran secara maksimal adalah guru memberikan apresiasi kepada peserta didik pujian atas usahanya agar peserta didik lebih termotivasi dan berminat untuk melakukan pembelajaran melalui penemuan kembali. Hal ini disebabkan oleh jam pelajaran peserta didik berakhir melebihi durasi atau waktu dari pembelajaran yang seharusnya. Sehingga guru menutup kegiatan belajar mengajar dengan terburu-buru dan tanpa disadari melewatkan langkah ini.
Faktor yang menjadi penyebab tidak terlaksananya model pembelajaran Discovery Learning dengan maksimal pada siklus I, dijadikan sebagai bahan evaluasi agar pada siklus selanjutnya yaitu II pelaksanaan dari model pembelajaran Discovery Learning menjadi maksimal. Tindakan yang dilakukan agar pada siklus II pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning dapat terlaksana secara maksimal adalah sebagai berikut:
Pada siklus II, persentase terlaksananya model pembelajaran Discovery Learning mengalami peningkatan sebanyak 8.33% hingga mencapai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning terlaksana secara sempurna tidak melewatkan satu langkahpun sehingga tidak terdapat evaluasi dalam pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning. Beberapa hal yang menjadi penyebab model pembelajaran Discovery Learning dapat terlaksana dengan maksimal adalah sebagai berikut:
Faktor di atas menjadi hal yang sangat berpengaruh pada keber hasilan model pembelajaran Discovery Learning. Hal ini disebabkan terlaksananya model pembelajaran Discovery Learning.
3. Siklus III
Pada siklus III, persentase terlaksananya model pembelajaran Discovery Learning masih terlaksana dengan persentase sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa guru sebagai pelaksanaan atau eksekutor model pembelajaran Discovery Learning dapat mempertahankan capaiannya dalam melaksanakan model pembelajaran Discovery Learning dengan tidak melewatkan satu langkahpun. Sehingga tidak terdapat evaluasi dalam pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning.
Faktor yang menjadi penyebab model pembelajaran Discovery Learning dapat terlaksana dengan maksimal adalah guru telah beberapa kali melakukan atau menerapkan model pembelajaran Discovery Learning, sehingga guru telah memiliki pengalaman dan pemahaman yang lebih mengenai model pembelajaran Discovery Learning.
Minat belajar merupakan suatu rasa tertarik, senang, serta rasa lebih suka untuk membelajar dalam rangka memperoleh informasi atau pengetahuan yang disajikan secara verbal oleh penulis kepada pembelajar untuk dapat diterapkan dalam berpikir, menganalisis, bertindak, dan dalam mengambil keputusan.
Dalam upaya untuk mengetahui persentase minat belajar dari peserta didik, maka digunakanlah lembar angket sebagai alat untuk mengukur persentase minat belajar dari peserta didik. Peserta didik secara mendiri mengisi lembar angket yang telah disiapkan oleh peneliti. Pengisian dilakukan dengan mengikuti petunjuk yang telah tertera pada lembar.
Berdasarkan grafik diatas pada saat awal diberikan treatment berupa penerapan model pembelajaran Discovery Learning pada siklus I, sebesar 67.04%. Kemudian saat dilaksanakan siklus II dengan penerapan model pembelajaran Discovery Learning persentase minat belajar peserta didik kembali meningkat menjadi 75.35%. Kemudian saat penelitian memasuki siklus III, persentase dari minat belajar peserta didik masih terus meningkat menjadi sebesar 77.55%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa minat belajar dari peserta didik meningkat sesuai dengan batasan indikator keberhasilan yang telah ditentukan yaitu sebesar 76%.
Peningkatan dari minat belajar ini merupakan pengaruh dari penerpan model pembelajaran Discovery Learning yang dilakukan sebanyak tiga siklus. Menurut Saefuddin & Bediarti (2014: 56), menyatakan bahwa Model Pembelajaran Discovery Learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pembelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi melalui proses menemukan. Pada model pembelajaran discovery learning peserta tidak berperan sebagai penerima informasi, melainkan peserta didik yang menggali informasi tersebut dan mengembangkannya sesuai dengan pemahamannya masing-masing. Dalam proses menggali atau mengumpulkan informasi tentunya peserta didik melakukan penemuan melalui proses membelajar sehingga dapat disimpulkan minat belajar dari peserta didik dapat meningkat dengan penerapan model pembelajaran discovery learning.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa dengan diterapkannya model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan minat belajar dari peserta didik kelas XI MIPA 6 SMA Negeri 2 Sragen. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya persentase dari minat belajar peserta didik hingga mencapai indikator keberhasilan yang telah ditentukan sebelumnya.
Pada persentase minat belajar dari peserta didik pada siklus I sebesar 67.04%. Pada saat dilanjutkan pada siklus II kembali meningkat menjadi 75.35%. Dan pada saat dillaksanakannya siklus III persentase minat belajar meningkat menjadi 77.55%.
Implikasi Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dari peserta didik menjadi aspek yang perlu diperhatikan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Namun, untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran itu sendiri tentunya tidak hanya memperhatikan satu aspek saja. Perlu adanya mempertimbangkan aspek- aspek yang mendukung proses pembelajaran. Kemampuan guru dalam memahami dan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning juga menjadi aspek pendukung terlaksananya model pembelajaran ini. Oleh sebab itu, guru perlu meningkatkan kemampuan dalam memahami dan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diberikan saran dan masukan sebagai berikut:
Abdul Hadis. (2006). Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung; CV Alfabeta
Arikunto, Suharsimi (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Pratik Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi, dkk. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2016. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Arma Abdoelah dan Agus Manadji. (1994). Dasar-dasar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Baharuddin & Wahyuni, E. N. (2010). Teori Belajar & Pembelajaran. Sleman: Ar- Ruzz Media.
Djaali & Pudji Muljono. (2008). Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo.
Dewa Ketut Sukardi. (1994). Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah. Surabaya Usaha Nasional.
Depdiknas. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Prasekolah, Dasar, dan Menengah Ketentuan Umum.. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas .(2006). Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta : Depdiknas
Diah Harianti. (2007). Naskah Akademik Kebijakan Kurikulum Penjasorkes.Jakarta: Depdiknas
Dimyati & Mudjiono (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Djaali (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara
Gheytasi, M., Azizifar, A., & Gowhary, H. (2015). The Effect of Smartphone on the Reading Comprehension Proficiency of Iranian EFL Learners. Procedia – Social and Behavioral Sciences, 199, 225–230. https://doi.org/10.1016/J.SBSPRO.2015.07.510
Hurlock B. Elisabeth. (1978). Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Hurlock, Elizabeth. (1980) . Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta: Erlangga. .
Jeanne Ellis Ormrod. 2008. Edisi Keenam Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang: Jilid 2. (Alih bahasa: Prof. Dr. Amitya Kumara). Jakarta: Penerbit Erlangga
Muzakki, Rizdam Firly (2014).“Efektivitas Pembelajaran Discovery Learning Untuk meningkatkan Kompetensi Analisis Rangkaian RLC Siswa Kelas X Paket Keahlian Teknik Audio Video SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta
Pitadjeng. (2006). Pembelajaran Penjasorkes Yang Menyenangkan. Jakarta: Depdiknas.
Purwanto, M.N. (2002). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Rahmalia, Yuli (2014).“Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X Pada Kompetensi Dasar DI SMK 1 Pundong”.
Saefuddin, A. & Berdiati, I. (2014). Pembelajaran Efektif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Slameto. (1987. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar. Salatiga : Bina Aksara.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Sugihartono, dkk. (2013). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyono (2015). Metode Penelitian & Pengembangan (Research and Development). Bandung: Alfabeta.
Suryabrata, Sumadi. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Sutrisno Hadi, 2009, Metodelogi Penelitian, Andi Ofset, Yogyakarta
UU RI No. 20/2003, Pendidikan Nasional
https://sulipan.wordpress.com/2011/05/16/metode-pembelajaran-penemuan-discovery-learning/ (2011)
PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BLENDED LEARNING PADA MATA PELAJARAN SEJARAH BAGI SISWA KELAS XII MIPA 7 SMA NEGERI 2 SRAGEN
IIS SUMARWATI,SPd SMA N 2 SRAGEN,SRAGEN JAWA TENGAH,INDONESIA
Abstract:This study aims to improve the motivation and learning achievement of class XI students of SMA Negeri 2 Sragen by using the Blended Learning model. This research is a classroom action research (PTK) which was carried out in three cycles. Classroom Action Research, according to Suharsimi Arikunto (2006: 3), in each cycle consists of three steps, namely planning (planning), action and observation (acting and observing), and reflection (reflecting). The subjects of this study were 32 students of class XII MIPA 7 SMA Negeri 2 Sragen. The data in this study were obtained through the observation sheet of the implementation of the Blended Learning learning model and the questionnaire sheet for learning motivation and student learning outcomes. The data analysis technique used is the quantitative data analysis technique for the learning motivation of students. The criteria for the success of this study were the percentage of students’ motivation and learning achievement at least 76%. The result of this research is that the Blended Learning learning model can increase the motivation and learning achievement of students in class XII MIPA 7 SMA Negeri 2 Sragen. This is proven by the initial percentage in the first cycle of students’ learning motivation of 67.04% and learning achievement of 1.6%. At the time of the implementation of cycle I, the percentage of students’ learning motivation increased by 75.35% and learning achievement by 46.8%. While the implementation of the second cycle, the percentage of students’ learning motivation was 77.55% and 65.6% of the learning achievement with the qualification of the percentage of learning motivation of “good” students on the learning motivation of students, while the learning achievement had not reached the success indicator. This research has not been stopped in cycle II because based on the results of research in cycle II, it has not succeeded in achieving success indicators, namely at least 76% of the percentage of students’ learning achievement so that action is taken.
KEY WORD: Blended Learning, Motivasi to learn, learning Achievement
Pembelajaran konvensional untuk masa pandemi covid 19 ini tidak sepenuhnya bisa dijalankan, namun di tengah pandemi covid 19 ini yang ditunjang dengan kemajuan teknologi diperlukan variasi metode yang lebih memberikan kesempatan untuk belajar dengan memanfaatkan aneka sumber belajar. Sistem pembelajaran daring (dalam jaringan) merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan siswa tetapi dilakukan melalui online yang menggunakan jaringan internet. Guru harus memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berjalan, meskipun siswa berada di rumah. Solusinya, guru dituntut dapat mendesain media pembelajaran sebagai inovasi dengan memanfaatkan media daring (online).
Dengan pesatnya perkembangan dunia di era globalisasi ini, terutama di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, maka pendidikan nasional juga harus terus-menerus dikembangkan seirama dengan perkembangan zaman. Semakin berkembangnya sarana pembelajaran khususnya terkait dengan pemanfaatan teknologi komputer dan komunikasi, menandai perubahan paradigma baru yang telah sampai pada era kemudahan teknologi digital dalam mendukung proses belajar dan mengajar ( Pradhana, 2012).
Penerapan desain sistem pembelajaran bertujuan menciptakan pembelajaran yang sukses, yaitu pembelajaran yang mampu membantu peserta didik mencapai kompetensi yang diinginkannya. Guru sebagai agen pembelajaran perlu mempertimbangkan pemilihan media pembelajaran yang tepat untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang sukses.
Metode blended learning merupakan perpaduan antara kata “blended” yang artinya adalah campuran atau kombinasi dan “learning” yang artinya pembelajaran. Sehingga dengan adanya penjelasan dari arti kata maka dapat dikatakan bahwa blended learning merupakan pencampuran pembelajaran. Pencampuran pembelajaran yang dimaksud adalah campuran pembelajaran antara pembelajaran tatap muka di kelas dengan pembelajaran secara daring. pembelajaran blended mengkombinasikan metode pendidikan konvensional (tatap muka) dengan pembelajaran yang ditunjang dengan adanya teknologi (Rahayu & Nuryata ,2010). Hal tersebut dapat dilakukan saat pandemi seperti ini dengan memanfaatkan platform Microsoft teams dimana tatap muka (sinkronus) dapat dilakukan melalu webmeeting yang disediakan oleh microsoftteams. Oleh karena itu, media blended learning berbasis Microsoft teams merupakan media yang meng-kombinasikan pembelajaran tatap muka (sinkronus) dan daring dengan menggunakan media yang tersedia di Microsoft tems secara tepat guna
Penelitian ini menggunakan Rancangan Penelitian Tindakan Kelas yang berfokus dalam kegiatan siswa dalam pembelajaran. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XII MIPA 7 SMA Negeri 2 Sragen semester ganjil tahun ajaran 2020/2021 yang berjumlah sebanyak 32 siswa. Kelas XII MIPA 7 dipilih karena kelas tersebut dinilai memiliki rata-rata Motivasi Belajar yang paling rendah dibandingkan dengan kelas yang lain yaitu XII MIPA 5, XII MIPA 6.
Penelitian ini adalah jenis Penelitian Tindakan Kelas untuk perbaikan kualitas pembelajaran di SMA N 2 SRAGEN. Adapun langkah- langkah yang ditempuh dalam penelitian ini meliputi:
Pada tahap perencanaan merupakan tahapan awal sebelum melakukan tindakan berdasarkan pada masalah yang telah dirumuskan. Tujuan dari disusunnya rencana guna mempersiapakan segala sesuatu yang menunjang penelitian. Skenario tindakannya yaitu sebagai berikut:
Pada tahap pelaksaan tindakan, menerapkan apa yang telah direncanakan pada tahap sebelumnya, yaitu bertindak di kelas daring. Model pembelajaran Blended Learning diterapkan oleh guru dengan berpedoman pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pada mata pelajaran Sejarah Pada tahap ini, tindakan harus sesuai dengan rencana, tetapi harus terkesan alamiah dan tidak direkayasa. Hal ini akan berpengaruh dalam proses refleksi dan agar hasilnya dapat disinkronkan dengan tujuan awal dari penelitian. Selain pelaksanaan tindakan pada tahap ini juga dilaksanakan pengamatan, dimana pelaksanaan tindakan membutuhkan kolaborasi antara guru dan pengamat (observer). proses pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan dibantu oleh satu orang observer yang lain untuk memperoleh data yang lebih akurat selama kegiatan belajar belajar sedang berlangsung. Pengamatan dilakukan dengan berpedoman pada lembar observasi yang telah dibuat. Pada tahap pengamatan, pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar peserta didik dan pelaksanaan model pembelajaran Blended Learning. Pengamatan Motivasi Belajar peserta didik yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap keaktivan visual, minat lisan, serta minat menulis dari peserta didik. Adapun instrument yang umum dipakai adalah soal angket. Selain itu observer juga mengamati pelaksanaan model pembelajaran Blended Learning telah sesuai dengan lembar observasi pelaksanaan model pembelajaran Blended Learning.
Pada tahap refleksi dilakukan pengkajian terhadap hasil maupun data yang telah diperoleh dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Refleksi dimanfaatkan untuk memahami proses, permasalahan, serta berbagai kendala yang dialami pada siklus. Refleksi dilakukan dengan berdiskusi bersama kolaborator yaitu guru pengajar, sehingga nantinya diperoleh dasar untuk melakukan perbaikan rencana pada siklus berikutnya apabila Motivasi dan Prestasi Belajar dari peserta didik masih belum terlihat mengalami peningkatan. Namun apabila Motivasi dan Prestasi Belajar peserta didik telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan maka siklus dihentikan.
Kegiatan penelitian tindakan kelas ini dilakukan mengikuti siklus spiral yang dilakukan oleh peneliti dan guru kelas. Langkah-langkahnya dalam satu siklus adalah sebagai berikut:
Penelitian tindakan kelas ini berlangsung sebanyak tiga siklus. Proses pelaksanaan dari tiga siklus tersebut secara lebih rinci telah dibahas pada sub bab sebelumnya. Berikut hasil yang telah diperoleh selama penelitian tindakan kelas ini berlangsung selama dua siklus:
Pelaksanaan model pembelajaran Blended Learning pada pra siklus sangat rendah, sedangkan pada siklus I pelaksanaan model pembelajaran Blended Learning mampu mencapai 96,9 %. Kemudian dilanjutkan pada siklus I pelaksanaan model pembelajaran Blended Learning mencapai 100%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran Blended Learning telah terlaksana dengan maksimal sejak siklus I
Data Motivasi Belajar peserta didik pada pra siklus menunjukkan bahwa Motivasi Belajar peserta didik sebesar 67.04%, sedangkan data motivasi belajar peserta didik pada siklus I sebesar 75.35%, dan pada siklus II motivasi belajar peserta didik sebesar 77.55%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa minat dari peserta didik meningkat sesuai dengan batasan indikator keberhasilan yang telah ditentukan yaitu sebesar 76%, dan tercapai
Data Prestasi Belajar peserta didik pada pra siklus menunjukkan bahwa Prestasi Belajar (ketuntasan) peserta didik sebesar 15,6 %, sedangkan data Prestasi belajar peserta didik pada siklus I sebesar 46,8%, dan pada siklus II prestasi belajar peserta didik sebesar 65,6 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi dari peserta didik meningkat tetapi belum sesuai dengan batasan indikator keberhasilan yang telah ditentukan yaitu sebesar 70%,
Tabel 2.Tabel Perbandingan Motivasi Belajar Siswa Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II
No |
Nama |
Pre tes |
Post tes |
1 |
Achmad Syifa Srisusilo |
80 |
80 |
2 |
Adik Nur Halimah |
60 |
80 |
3 |
Anak Agung Danendra |
60 |
80 |
4 |
Ananda Maida Septiana |
60 |
80 |
5 |
Angelina Adria Setya Putri |
60 |
80 |
6 |
Arsita Dwi Dewantara |
60 |
60 |
7 |
Callina Nur Fadhilah |
60 |
90 |
8 |
Deriska Twin Romadhona |
60 |
70 |
9 |
Dewi Nurul Mardiana |
80 |
90 |
10 |
Diva Nanda Ayuk Agustina |
60 |
70 |
11 |
Elvonda Mitchel Eka Putra Setya Fanto |
80 |
80 |
12 |
Farra Amooy Astito |
60 |
80 |
13 |
Galih Wahyu Ariandi |
60 |
100 |
14 |
Handoko Adhi Prakoso |
60 |
90 |
15 |
Helmy Samartha Ramadhan |
80 |
80 |
16 |
Mareta Astika Pangestu |
60 |
60 |
17 |
Marshanda Valentina Salsabella |
60 |
60 |
18 |
Mivtakhul Janah |
60 |
90 |
19 |
Muna Dasa Azizah |
60 |
50 |
20 |
Nabila Lutfiana Putri |
60 |
80 |
21 |
Pandu Surya Berliando |
60 |
90 |
22 |
Paramarta Ayu Wijaya |
40 |
40 |
23 |
Raditya Firman Syaputra |
100 |
40 |
24 |
Ricky Yudha Utama |
60 |
40 |
25 |
Rio Ferdinand |
60 |
80 |
26 |
Rochmat Musthofa |
40 |
60 |
27 |
Rolanda Bintang Maheswara |
60 |
70 |
28 |
Safna Anggita Widiastuti |
60 |
80 |
29 |
Salsabil Nuuril Awwal |
80 |
60 |
30 |
Sharla Apsarini Luthfiah |
60 |
70 |
31 |
Vadilla Putri Pramestirajati |
80 |
100 |
32 |
Zeny Nur Fadillah |
60 |
80 |
Berdasarkan tabel diatas pada saat awal diberikan treatment berupa penerapan model pembelajaran Discovery Learning pada prasiklus sebesar 67.04%. Kemudian saat dilaksanakan siklus I dengan penerapan model pembelajaran Blended Learning persentase minat belajar peserta didik kembali meningkat menjadi 75.35%. Kemudian saat penelitian memasuki siklus II, persentase dari minat belajar peserta didik masih terus meningkat menjadi sebesar 77.55%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar dari peserta didik meningkat sesuai dengan batasan indikator keberhasilan yang telah ditentukan yaitu sebesar 76%. Peningkatan dari motivasi belajar ini merupakan pengaruh dari penerpan model pembelajaran Blended Learning yang dilakukan sebanyak 2 siklus. Menurut Saefuddin & Bediarti (2014: 56), menyatakan bahwa Model Pembelajaran Blended Learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pembelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi melalui proses menemukan. Pada model pembelajaran Blended Learning peserta tidak berperan sebagai penerima informasi, melainkan peserta didik yang menggali informasi tersebut dan mengembangkannya sesuai dengan pemahamannya masing-masing. Dalam proses menggali atau mengumpulkan informasi tentunya peserta didik. Sedangkan Data Prestasi Belajar peserta didik pada pra siklus menunjukkan bahwa Prestasi Belajar (ketuntasan) peserta didik sebesar 15,6 %, sedangkan data Prestasi belajar peserta didik pada siklus I sebesar 46,8%, dan pada siklus II prestasi belajar peserta didik sebesar 65,6 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi dari peserta didik meningkat tetapi belum sesuai dengan batasan indikator keberhasilan yang telah ditentukan yaitu sebesar 70%.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa dengan diterapkannya model pembelajaran Blended Learning dapat meningkatkan minat belajar dari peserta didik kelas XII MIPA 7 SMA Negeri 2 Sragen. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya persentase dari motivasi dan prestasi belajar peserta didik hingga mencapai indikator keberhasilan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada persentase motivasi belajar dari peserta didik pada pra siklus sebesar 67.04%. Pada saat dilanjutkan pada siklus I kembali meningkat menjadi 75.35%. Dan pada saat dillaksanakannya siklus II persentase motivasi belajar meningkat menjadi 77.55%. sedangkan Prestasi Belajar peserta didik pada pra siklus menunjukkan bahwa Prestasi Belajar (ketuntasan) peserta didik sebesar 15,6 %, sedangkan data Prestasi belajar peserta didik pada siklus I sebesar 46,8%, dan pada siklus II prestasi belajar peserta didik sebesar 65,6 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi dari peserta didik meningkat tetapi belum sesuai dengan batasan indikator keberhasilan yang telah ditentukan yaitu sebesar 70%,
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dari peserta didik menjadi aspek yang perlu diperhatikan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Namun, untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran itu sendiri tentunya tidak hanya memperhatikan satu aspek saja. Perlu adanya mempertimbangkan aspek- aspek yang mendukung proses pembelajaran. Kemampuan guru dalam memahami dan menerapkan model pembelajaran Blended Learning juga menjadi aspek pendukung terlaksananya model pembelajaran ini. Oleh sebab itu, guru perlu meningkatkan kemampuan dalam memahami dan menerapkan model pembelajaran Blended Learning.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diberikan saran dan masukan sebagai berikut:
Abdul Hadis. (2006). Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung; CV Alfabeta
Arikunto, Suharsimi (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Pratik Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi, dkk. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2016. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi, 2006 Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara
Anitah, S. (2009). Media Pembelajaran. Surakarta: UNS Press.
Arikunto, S., Suhardjono, & Supardi. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamaroh , Syaiful Bahri, 2005 Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:Rineka Cipta
Djamaroh, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2006 Strategi Belajar Mengajar, Jakarta :Rineka Cipta
Djamarah, S.B. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Mulyasa, 2002 Kurikulum Berbasis Kompetensi : Konsep Karakteristik dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Endarmoko, E. (2007). Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hasnawati. (2006). Pendekatan Contextual Teaching Learning Hubungannya dengan Evaluasi Pembelajaran (Versi elektronik). Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, 3 (1), 1-10.
Moleong, L.J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Milles & Hubberman. (1992). Analisis Data Kualitatif (Terjemahan Cec). Jakarta: UI Press
Nanda, Pradhana (2012) PENGARUH INTENSITAS PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS IV SD SE GUGUS ONTOSENO BAGELEN PURWOREJO. S1 thesis, UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA.
Purwanto. (2013). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka PelajarI
Rahayu dan Nuryata., (2010), Pilar Pendidikan, Alfabeta, Jakarta.
Riyanto, Y. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Sagala, S. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta.
Sadiman, A.S. (2007). Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sudjana, N. (2008). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdikarya
Supardan, D., & Ahmad., A.R. (2009). Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural dan Perspektif Sejarah Lokal, Nasional, dan Global dalam Integrasi Bangsa. Forum Kependidikan, 28 (2), 96-105.
Suryani, N & Agung S, L. (2012). Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Ombak. Sanai
Ridwan Abdullah.2014.inovasi pembelajaran.Jakarta:Bumi aksara
Wena Made.2008.strategi pembelajaran inovatif kontemporer (suatu tujuan konseptual operasional). Jakarta:bumi aksara
Tata tertib SMA Negeri 2 Sragen mencakup beberapa pasal, antara lain :
Tata tertib SMAN 2 Sragen secara rinci dapat diunduh di sini (wajib bagi kelas 10)
Surat Pernyataan menaati tata tertib sekolah yang harus dicetak dan ditandatangani siswa dan orangtua/wali siswa dapat diunduh di sini (wajib bagi kelas 10)
Berikut adalah materi MPLS tentang Bahaya Napsa
ARTI DAN MAKNA WAWASAN WIYATA MANDALA
Disampaikan dalam kegiatan MPLS SMAN 2 Sragen
Oleh : Drs. Al Hanung Triwibawa
ARTI WAWASAN WIYATA MANDALA
Wawasan : Suatu pandangan atau sikap yang mendalam terhadap suatu hakikat. Wiyata : Pendidikan Mandala : Tempat atau lingkungan Wiyata mandala adalah sikap menghargai dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sekolah sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan. Unsur-unsur wiyata mandala:
SEKOLAH DAN FUNGSINYA
Sekolah merupakan tempat penyelenggaraan PBM, menanamkan dan mengembangkan berbagai nilai, ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal tempat berlangsungnya PBM untuk membina dan mengembangkan:
FUNGSI SEKOLAH
Fungsi sekolah adalah sebagai tempat masyarakat belajar karena memiliki aturan/tata tertib kehidupan yang mengatur hubungan antara guru, pengelola pendidikan siswa dalam PBM untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dlam suasana yang dinamis.
CIRI-CIRI SEKOLAH SEBAGAI MASYARALAT BELAJAR
Ciri-ciri sekolah sebagai masyarakat belajar adalah :
PRINSIP SEKOLAH
Sekolah sebagai Wiyata Mandala selain harus bertumpu pada masyarakat sekitarnya, juga harus mencegah masuknya faham sikap dan perbuatan yang secara sadar ataupun tidak dapat menimbulkan pertentangan antara sesama karena perbedaan suku, agama, asal/usul/keturunan, tingkat sosial ekonomi serta perbedaan paham politik. Sekolah tidak boleh hidup menyendiri melepaskan diri dari tantangan sosial budaya dalam masyarakat tempat sekolah itu berada. Sekolah juga menjadi suri teladan bagi kehidupan masyarakat sekitarnya, serta mampu mencegah masuknya sikap dan perbuatan yang akan menimbulkan pertentangan. Untuk itu sekolah memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :
PENGGUNAAN SEKOLAH
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan yang diperuntukan sebagai tempat proses kegiatan belajar mengajar, tidak diperbolehkan dijadikan sebagai tempat :
PENATAAN WIYATA MANDALA DALAM UPAYA KETAHANAN SEKOLAH
TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB KEPALA SEKOLAH DALAM HAL PELAKSANAAN WIYATA MANDALA
Kepala Sekolah sebagai pimpinan utama, bertugas dan bertanggung jawab memimpin penyelenggaraan belajar mengajar serta membina pendidik dan tenaga kependidikan serta membina hubungan kerja sama dan peran serta masyarakat. Kepala Sekolah dalam melaksanakan penataan Wiyata Mandala di sekolah, dengan melakukan kegiatan-kegiatan :
MEKANISME DALAM PELAKSANAAN WIYATA MANDALA
Dalam rangka pelaksanaan Wiyata Mandala perlu upaya penang-gulangan secara dini setiap permasalahan yang timbul sehingga dapat menghilangkan dampak negatifnya, yaitu dilaksanakan secara terpadu, bertahap dan berlanjut sebagai berikut :
Pengertian dan Perbedaan Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme
Disampaikan dalam kegiatan MPLS SMAN 2 Sragen
Oleh : Muhammad Yusri, M.Si
Intoleransi, radikalisme dan terorisme merupakan istilah-istilah yang belakangan ini kerap muncul di berbagai media tanah air. Dalam masyarakat Indonesia yang heterogen istilah intoleran sering muncul karena tindakan oknum yang enggan menghargai perbedaan. Padahal Indonesia bukan terdiri dari satu agama, suku dan adat melainkan beragam.
Nah, lalu sebenarnya apa defenisi dari intoleransi, radikalisme dan terorisme? Berikut penjelasannya.
Intoleran merupakan sebuah “tindakan”, bukan pikiran, apalagi sebuah aturan. Disebut toleran, menurut Cohen (2004) adalah tindakan yang disengaja oleh aktor dengan berprinsip menahan diri dari campur tangan (menentang) perilaku mereka dalam situasi keragaman, sekalipun aktor percaya dia memiliki kekuatan untuk mengganggu (Cohen 2004, hal.69). Powel memberi contoh: Seorang Katolik disebut toleran karena dia yang membolehkan praktik keagamaan Protestan di masyarakat, sekalipun dia tidak setuju dan punya kemampuan melarang tapi justru memilih tidak mengganggunya (lihat Powell & Clarke, Oxford Univ, p.4-5).
Intoleransi adalah kebalikan dari semua prinsip yang terdapat dalam toleransi. Ada setidaknya 3 komponen intoleransi; (1) ketidak-mampuan menahan diri tidak suka kepada orang lain, (2) sikap mencampuri dan atau menentang sikap atau keyakinan orang lain, dan (3) sengaja-mengganggu orang lain.
Nah, kehidupan yang ideal dalam masyarakat heterogen adalah bagaimana kita bisa hidup saling berdampingan dengan cara toleransi. Jurgen Habermas, sang konseptor Ruang Publik, menggarisbawahi tiga poin penting tentang ruang publik ideal yaitu:
Artinya, sebuah Ruang Publik Beragama yang ideal adalah wilayah bersama yang menampung segala cetusan keberagamaan tanpa halangan apapun.
Maka sikap antipati terhadap kelompok tertentu seharusnya tidak boleh terjadi, hanya karena simbol dan cetusan beragama mereka yang khas, seperti; jenggot, jubbah, atau wanita yang berhijab dan berkalung salib.
Radikalisme juga menjadi istilah yang tak kalah populer di Indonesia belakangan ini. Terutama setelah ditunjuknya Menteri Agama Fakhrur Rozi dengan kebijakannya membabat tanda-tanda radikalisme di lingkungan pemerintahan.
Lalu apa sebenarnya radikalisme ini?
Secara definitif, radikalisme adalah suatu faham atau gagasan yang menginginkan adanya perubahan sosial-politik dengan menggunakan cara-cara ekstrem. Termasuk cara-cara kekerasan, bahkan juga teror. Kelompok-kelompok yang berpaham radikal ini menginginkan adanya perubahan yang dilakukan secara drastis dan cepat, walaupun harus melawan tatanan sosial yang berlaku di masyarakat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V terbitan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2016, kata “radikal” berbeda arti dengan radikalisme. Kata ‘radikal’ bermakna ‘secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip)’. Nomor dua, radikal adalah istilah politik yang bermakna ‘amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan)’. Arti selanjutnya, radikal juga berarti ‘maju dalam berpikir atau bertindak’.
Selain sebagai istilah politik, istilah radikal dipakai sebagai istilah kimia yang berarti gugus atom yang dapat masuk ke berbagai reaksi sebagai satu satuan yang bereaksi seakan-akan satu unsur saja.
Sementara, radikalisme punya tiga arti, pertama, ‘paham atau aliran yang radikal dalam politik’. Kedua, ‘paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis’. Ketiga, ‘sikap ekstrem dalam aliran politik’.
Dapat dilihat, unsur kekerasan sudah masuk pengertian radikalisme. Tujuan penggunaan kekerasan untuk mengubah kondisi sosial-politik secara drastis. Unsur kekerasan ini juga lekat kaitannya dengan terorisme, karena dalam KBBI, ‘terorisme’ dimaknai sebagai ‘penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktik tindakan teror’.
Radikalisme memang perlu diwaspadai, terlepas dari labelnya yang melekat dalam suatu agama. Semua hal berbau radikalisme harus diberantas karena akan menimbulkan krisis toleransi dalam masyarakat Indonesia.
Dengan maraknya paham radikalisme ini adalah adanya nilai-nilai intoleransi yang diajarkan oleh kelompok-kelompok radikalisme. Kelompok-kelompok yang terpapar oleh paham radikalisme ini kurang bisa menerima adanya perbedaan. Menganggap paham atau ajaran yang dianut kelompok di luarnya adalah salah. Misalnya dalam hal ibadah. Pastilah dalam menjalankan ibadah setiap agama mempunyai cara yang berbeda-beda. Namun, kelompok-kelompok radikalisme ini tidak mewajari perbedaan-perbedaan seperti itu. Kelompok ini juga kurang terbuka dalam menerima kritikan dan saran dari pihak lain.
Dalam konteks agama Islam, diajarkan bahwa perbedaan seharusnya dijadikan sebagai kekayaan sekaligus keindahan, agar kita senantiasa bersikap bisa saling menghargai satu sama lain. Sebagaimana Allah swt telah menjadikan umatnya secara berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Tidak lain agar satu sama lain dapat saling mengenal dan menghargai. Dengan ini, seharusnya umat manusia, terutama umat muslim dapat mewajari adanya perbedaan. Lebih dari itu, diajarkan pula bahwa Islam tidak didakwahkan dengan paksaan.
Istilah yang terakhir ini merupakan puncak dari intoleransi dan radikalisme. Karena biasanya aksi teror memang berasal dari akumulasi intoleransi dan radikalisme, lalu dituangkan dalam perbuatan yakni kekerasan yang menimbulkan ketakutan.
Arti terorisme yang telah disepakati pemerintah dan DPR adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif politik, ideologi, atau gangguan keamanan.
Anggota-anggota kelompok teror ada di tengah masyarakat. Bagaimana cara masyarakat membedakan bahwa yang ada di depan kita termasuk teroris atau bukan?
“Untuk melihat yang bersangkutan itu terafiliasi kelompok teror atau tidak, bukan dari tampilan fisik, berjanggut, celana cingkrang, keningnya hitam,” kata Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Herwan Chaidir dilansir dari Detik.
Stereotip bahwa yang bercelana cingkrang adalah teroris dan yang berdahi hitam adalah radikalis itu salah. Yang benar, masyarakat perlu melihat sikap dari kelompok atau individu itu.
“Lebih pada paham yang diimplementasikan, yakni berupa sikap dan tutur kata yang keras, intoleransi, anti kepada Pancasila, anti kepada NKRI, dan mudah mengkafirkan pihak lain serta berkeinginan mendirikan khilafah,” kata Herwan.
Lebih dari itu, jalan hidup dan jalan pikiran teroris memang tidak mudah dimengerti. Mereka kadang terlihat seperti sufi, atau orang yang alim dan rajin beribadah. Namun tujuan mereka adalah mati syahid secepatnya. Mereka tidak peduli dengan kehidupan dunia, bahkan anak-anaknya juga diajak ikut mati bersama.
Namun sikap teroris dengan masyarakat biasa sebenarnya mudah dilihat. Mereka yang teroris tidak akan mudah bergaul dengan masyarakat umum. Mereka biasanya juga tidak suka shalat di masjid berjamaah karena menganggap ilmunya lebih tinggi daripada imam masjid tersebut. Mereka juga biasanya lebih sensitif dan arogan terhadap kritik karena mereka menganggap dirinya paling benar.
Demikian ulasan mengenai pengertian intoleransi, radikalisme dan terorisme. Semoga bermanfaat. (*)